Bisnis.com, JAKARTA - Entitas Grup Djarum PT Global Digital Niaga Tbk. (BELI) atau Blibli mengalami kelebihan permintaan dalam proses IPO. Manajemen pun mengungkapkan perbedaan Blibli dengan emiten teknologi lainnya yang sudah melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI), seperti PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO) dan PT Bukalapak.com Tbk. (BUKA).
Blibli menerbitkan sebanyak 17,7 miliar saham baru dengan harga penawaran Rp450 per saham kepada masyarakat dalam penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) sehingga berpotensi meraup dana Rp7,9 triliun.
Harga penawaran Blibli sebesar Rp450 per saham, membuat harga penawaran IPO-nya lebih mahal dibandingkan GOTO yang sebesar Rp388 per saham. Namun, harga penawaran ini lebih murah dibandingkan dengan BUKA Rp850 per saham.
Associate Director of Research Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus melihat dengan bookbuilding yang oversubscribe hingga 1,6 kali, prospek saham BELI masih akan baik meskipun secara nominal harga lebih mahal jika dibandingkan dengan IPO GOTO sebelumnya.
"Namun, secara valuasi kami lihat cukup murah di mana EV/Sales 4 kali dengan proyeksi pendapatan sebesar Rp12,6 triliun pada perkiraan tahun penuh 2022. Rugi yang dibukukan BELI pun tidak sebesar GOTO dan BUKA," kata Nico kepada Bisnis.
Lalu, lanjutnya, take rate BELI juga mengalami penguatan dalam 3 tahun terakhir di level 5,3 persen.
Baca Juga
Selanjutnya, menurut Nico ke depan ekosistem yang dibangun antara Blibli, PT Global Tiket Network atau tiket.com, dan PT Supra Boga Lestari Tbk. (RANC) atau Ranch Market, serta strategi pengembangan omnichannel akan mampu menopang kinerja BELI ke depan.
"Yang juga dinilai dapat menopang kinerja BELI ke depannya yaitu ekosistem yang dibangun, strategi pengembangan omnichannel serta jangkauan segmen yang cukup terdiversifikasi," tuturnya.
Sebelumnya, Direktur Utama Blibli Kusumo Martanto mengatakan secara fundamental, bisnis model antara Blibli dan emiten teknologi lainnya seperti BUKA dan GOTO berbeda.
"Kemudian secara ekosistem, omnichannel kami unik di Indonesia. Kami dimulai dengan Business to consumer (B2C) dengan kerja sama langsung dengan brand maupun authorized distributor," kata Kusumo belum lama ini.
Dia melanjutkan, bisnis model Blibli ini memiliki take rate yang lebih tinggi dibandingkan model consumer to consumer (C2C).
"Kita juga tau bisnis travel itu take rate-nya seperti apa. Mereka membawa keuntungan dan jika ini dikombinasikan jadi satu, kami percaya kami bisa lebih baik," ucapnya.
Selain bisnis model yang berbeda, Kusumo juga menyampaikan tidak ada skema greenshoe dan hak suara multipel atau multiple voting shares (MVS) seperti yang dilakukan oleh GOTO.
"Tidak ada greenshoe, karena kami dari segi struktur lebih sederhana, dan tidak ada MVS karena hanya ada satu sponsor, Djarum. Mereka [Djarum] sangat komitmen untuk bisnis ke depan," tutur dia.