Bisnis.com, JAKARTA — Emiten barang konsumer PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR) optimistis kinerja pada 2023 bisa tumbuh lebih baik daripada 2022, di tengah prospek menggeliatnya konsumsi menjelang Pemilihan Umum 2024.
Sampai akhir September 2022, UNVR mengakumulasi penjualan sebesar Rp31,53 triliun. Nilai itu naik 5,0 persen secara tahunan dibandingkan dengan Rp30,02 triliun di periode yang sama tahun sebelumnya.
“Kami melihat bahwa market di 2023 akan menjadi cukup exciting karena 2023 merupakan momen dimulainya Pemilu,” kata Presiden Direktur Unilever Indonesia Ira Noviarti dalam konferensi pers kinerja kuartal III/2022 UNVR, Kamis (27/10/2022).
Ira mengatakan aktivitas ekonomi Indonesia secara historis cenderung bergairah menjelang pemilihan umum. Bertambahnya jumlah uang yang beredar diperkirakan menjadi salah satu faktor pendorongnya.
Di sisi lain, Ira memprediksi laju inflasi pada 2023 akan melambat dibandingkan dengan tahun ini. Dia meyakini efek inflasi kepada konsumen tidak akan sedalam 2022 pada tahun depan.
“Dengan outlook ini, kami akan mendorong pertumbuhan kinerja yang lebih baik daripada tahun ini dan memastikan jika pasar tumbuh 5-6 persen, UNVR bisa tumbuh paling tidak sama dengan pasar. Ambisinya tentu lebih tinggi dari pasar,” tambah Ira.
Baca Juga
Dia melanjutkan UNVR akan konsisten menerapkan strategi yang telah diadopsi sejak 2021, seperti memperkuat dan mengoptimasi potensi merek utama agar tidak kehilangan posisi pemimpin pasar.
Unilever Indonesia juga akan melanjutkan investasi dan inovasi di segmen produk-produk premium, terutama di kategori kecantikan, perawatan tubuh, dan es krim. Dia mengatakan pertumbuhan segmen ini berada di atas rata-rata pertumbuhan total seluruh portofolio.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Keuangan Unilever Indonesia Vivek Agarwal menjelaskan bahwa tren inflasi telah berdampak pada komoditas bahan baku yang dipakai UNVR. Dia mengestimasi beban tambahan yang timbul dari inflasi terhadap operasional Unilever Indonesia mencapai Rp1,2 triliun pada semester I/2022.
“Kami memperkirakan dampak secara nilai yang kurang lebih sama di semester kedua tahun ini,” katanya.
Dia menjelaskan strategi yang telah diterapkan perusahaan dalam menghadapi kenaikan biaya mencakup penyesuaian harga jual, efisiensi di berbagai lini, dan penghematan.