Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Mentah Longsor, Sri Mulyani Bicara soal Sanksi AS ke Rusia

Harga minyak mentah hari ini berpeluang dijual selama bergerak di bawah level resistance di US$89,50 per barel.
Kilang minyak lepas pantai di Skotlandia/Bloomberg-Jason Alden
Kilang minyak lepas pantai di Skotlandia/Bloomberg-Jason Alden

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah dunia kembali mengalami penurunaan di tengah prospek dolar AS yang bergerak menguat dan kekhawatiran terhadap resesi serta meningkatnya kasus covid-19 di Tiongkok.

Berdasarkan Bloomberg, terpantau pada pukul 09.23 WIB harga minyak Brent turun sebesar 0,92 persen yang menempatkannya pada posisi US$93,42 per barel. Sedangkan harga mintak West Texas Intermediate (WTI) terlihat berada pada posisi US$88,61 per barel atau turun sebesar 0,83 persen.

Tim Analis Monex Investindo Futures (MIFX) menyebutkan pada Rabu (12/10/2022) harga minyak diprediksi akan merosot. Minyak berpeluang dijual selama bergerak di bawah level resistance di US$89,50 per barel, karena berpotensi bergerak turun menguji support terdekat di US$87,50 per barel

Namun, jika bergerak naik hingga menembus ke atas level US$89.50 per barel, minyak berpeluang dibeli karena berpotensi naik lebih lanjut menargetkan resistance selanjutnya di US$90.70 per barel

“Level support minyak mentah berada pada 87,50, 86,30, dan 85,00, sedangkan level resistance berada pada posisi 89,50, 90,70, dan 92m00,” jelas Tim Riset MIFX, dikutip Rabu (12/10/2022).

Sementara itu mengenai fluktuasi harga minyak mentah dunia, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani mengatakan bahwa besarnya kekhawatiran ekonomi global disebabkan oleh pembatasan harga pada ekspor minyak Rusia yang telah dilakukan Amerika Serikat.

“Ketika Amerika Serikat menjatuhkan sanksi hanya akan mencipakan ketidakpastian tidak hanya bagi Indonesia tapi bagi semua negara,” katanya seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (12/10/2022).

Lebih jelas, Sri Mulyani mengatakan jika Indonesia merupakan satu-satunya negara pengekspor komoditas utama yang tidak ikut dalam upaya pembatasan harga yang di tetapkan AS. Upaya inilah yang kemudian menjadi alasan OPEC+ memutuskan untuk memangkas produksi global.

Langkah Amerika dalam upaya sanksi batas harga ekspor minyak Rusia memiliki konsekuensi yang tidak terduga. Konsekuensi itu menjadi baying-bayang lanskap geopolitik, diplomasi dan hubungan ekonomi.

“Perang bukan hanya perang militer tetapi sudah benar benar mengubah geopolitik, diplomasi, dan hubungan ekonomi antar negara,” imbuh Sri Mulyani.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Artha
Editor : Farid Firdaus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper