Bisnis.com, JAKARTA — Pasar obligasi masih cukup kuat di tengah kenaikan suku bunga The Fed dan Bank Indonesia (BI) yang cenderung hawkish.
Fixed Income Research Mirae Asset Sekuritas Dhian Karyantono mengatakan kenaikan suku bunga sejumlah bank sentral dunia turut mendorong volatilitas pasar global yang berada di level di atas 30 poin.
“Dampak dari kenaikan suku bunga yang agresif tersebut akan mendorong terjadinya resesi yang meningkat di kawasan AS dan Eropa pada 2023,” ujarnya dalam acara Fixed Income Monthly Webinar Oktober 2022, Senin (10/10/2022).
Lebih lanjut Dhian menjelaskan, pada September 2022 kondisi pasar cenderung negatif di kisaran 7,23 persen dengan kepemilikan SBN oleh investor asing yang terus menurun senilai Rp730,26 triliun, dibandingkan periode Januari 2022 senilai Rp887,28 triliun.
Bank Indonesia memposisikan diri sebagai market buffer untuk meredam kenaikan yield SUN ke level yang lebih tinggi, antara lain dengan melakukan operation twist untuk menjaga kenaikan yield SUN.
Dhian menambahkan, secara historis dalam 8 tahun terakhir perkembangan pasar obligasi di Oktober 2022 cenderung positif. Namun, ketika The Fed dan BI masih cenderung hawkish, peluang obligasi bertumbuh positif sangat kecil.
Baca Juga
“Di Oktober 2022 tingkat yield 10 tahun SUN mungkin akan bergerak di kisaran 7,07—7,36 persen. Artinya, pasar obligasi masih akan tertekan di bulan ini karena level tertinggi yield 10 tahun SUN mencapai 7,26 persen,” imbuhnya.
Adapun untuk estimasi hingga akhir 2022, yield 10 tahun SUN akan berada di kisaran 6,96 persen di level optimisnya dan 7,26 persen di level pesimisnya. Perkiraan tersebut cukup prospektif untuk investor yang berorientasi investasi jangka panjang hingga akhir tahun ini.
Mirae Asset Sekuritas merekomendasikan obligasi dengan denominasi dolar AS atau disebut sebagai SBN USD (Indon) dengan tenor panjang di atas 20 tahun yang cenderung menarik di tengah kondisi bear flattening dan inverted US treasury yield curve serta tingginya tekanan rupiah.
Pasalnya, yield tenor panjang berpotensi memberikan prospek positif di obligasi pemerintah Indonesia khususnya untuk tenor panjang.
Sementara itu, bagi investor yang tertarik dengan obligasi rupiah, money market dan tenor panjang di atas 15 tahun relatif lebih resilient karena lebih rendah terkena peluang capital loss.
Lebih lanjut, obligasi korporasi rupiah relatif juga dinilai menarik karena lebih resilient di tengah tingginya volatilitas pasar.