Bisnis.com, JAKARTA - Emiten maskapai BUMN, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) menyiapkan tiga skenario rights issue yang akan dilaksanakan pada Desember 2022. Skenario tersebut termasuk jika PT Trans Airways milik taipan Chairul Tanjung tidak mengambil hak rights issue-nya.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia Prasetyo mengungkapkan rencana penambahan modal melalui hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) sudah dipersiapkan matang.
"Dalam rangka pencairan PMN Rp7,5 triliun, akan mengikuti protokol pasar modal, dalam rangka eksekusi rencana bisnis, rights issue akan dilaksanakan 2 cara, PMN Rp7,5 triliun atau US$505 juta. Harapannya saham minoritas Trans Airways dan publik melakukan eksekusi," ungkapnya beberapa waktu lalu.
Seiring eksekusi para pemegang saham minoritas, kepemilikan pemerintah bakal menjadi 51 persen. Hal ini sekaligus menambah fund rising sebesar US$358 juta (Rp5,37 triliun), sehingga total restruktruisasi akan meraup dana US$863 juta.
Sementara itu, yang non rights issue ada dua, yakni OWK dari pemerintah melalui PT Saran Multi Infrastruktur (Persero), pencairan obligasi Rp1 triliun ini akan dikonversi menjadi saham.
Selanjutnya, utang yang merupakan bagian dari restrukturisasi PKPU akan dikonversi menjadi saham bersamaan dengan rights issue ini.
Baca Juga
Emiten berkode GIAA ini menyiapkan tiga skenario rights issue yang sempat disampaikan pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi XI DPR, pada Senin (26/9/2022) lalu.
Skenario pertama, yakni pemerintah menyuntikan modal Rp7,5 triliun, disertai Trans Airways mengambil HMETD secara 100 persen dan publik sama sekali tidak mengambil porsi HEMTD.
Pada skenario ini, asumsi eksekusi saham Rp50 per lembar saham, diperkirakan proforma kepemilikan saham pemerintah masih tetap menjadi mayoritas dengan menjadi 53,12 persen dari sebelumnya 60,54 persen.
Rincian kepemilikan saham lain, di antaranya Trans Airways akan berubah persentase kepemilikan dari 28,26 persen menjadi 22,13 persen. Selanjutnya, kepemilikan publik berubah dari 11,2 persen menjadi 0,83 persen, sedangkan kreditur menjadi memiliki saham GIAA sebanyak 23,92 persen.
Dalam skenario kedua, seluruh pemegang saham Garuda menggunakan haknya membeli saham baru, dengan pembelian Trans Airways 100 persen dan publik 40 persen. Menggunakan skenario harga 50 per lembar saham, kepemilikan pemerintah berubah menjadi 51,43 persen.
Adapun, dalam skenario ini, kepemilikan Trans Airways akan berubah menjadi 21,42 persen, sementara publik menjadi 3,88 persen. Terakhir, kepemilikan saham kreditur menjadi 23,27 persen.
Skenario ketiga atau skenario terburuk, dimana Trans Airways dan publik tidak mengambil jatah HMETD milik mereka. Dengan skenario harga Rp50 per lembarnya, persentase kepemilikan pemerintah akan menjadi lebih besar menjadi 66,43 persen.
Sementara itu, kepemilikan Trans Airways dari 28,26 persen menjadi hanya 2,62 persen, sedangkan kepemilikan publik juga terdilusi dari 11,2 persen menjadi hanya 1,04 persen. Selain itu, kepemilikan kreditur menjadi 29,92 persen.