Bisnis.com, JAKARTA - PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk. (SIDO) menyatakan baru mengeluarkan dana di bawah Rp100 miliar untuk belanja modal atau capital expenditure (capex) tahun ini.
Direktur Keuangan Sido Muncul Leonard mengatakan perseroan baru mengeluarkan kurang dari Rp100 miliar dari anggaran Rp200 miliar. Angka ini berarti realisasi capex SIDO belum menyentuh angka 50 persen.
“Maintenance capex dan juga ada beberapa capex carry forward dari tahun lalu seperti greenhouse project,” ujar Leonard dalam Public Expose 2022 pada Jumat (16/9/2022).
Lebih lanjut, Leonard mengatakan greenhouse bertujuan untuk membantu para petani dari SIDO. Hal ini agar para petani dapat memperoleh bibit-bibit unggul sehingga memperoleh hasil panen yang lebih baik.
Kemudian capex juga digunakan untuk bioetanol yang fungsinya adalah untuk penguapan dan sanitasi daripada proses produksi.
Secara terpisah, Leonard mengatakan dana dari alokasi capex biasanya diperoleh dari internal perusahaan. Terkait dengan sindikasi perbankan, Leonard menyebut bisa saja melakukan pinjaman ke bank. Namun, saat ini SIDO masih memiliki saldo kas sekitar Rp700 miliar sampai Rp800 miliar.
Baca Juga
“Jadi seharusnya masih bisa didanai oleh kas perusahaan kecuali kita misalnya malah utang beberapa corporate action ya,” ujar Leonard dalam konferensi pers usai paparan.
Berdasarkan laporan keuangan per 30 Juni 2022, kinerja penjualan SIDO tersebut turun 2,58 persen menjadi Rp1,61 triliun dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu Rp1,65 triliun.
Turunnya penjualan SIDO berimbas pada laba bersih. Belum lagi, pembengkakan beban pokok penjualan turun menggerus bottom line. Laba bersih SIDO tercatat turun 11,24 persen secara tahunan menjadi Rp445,59 miliar dibandingkan dengan Rp502 miliar di periode yang sama tahun lalu.
Presiden Direktur Sido Muncul David Hidayat menjelaskan pendapatan SIDO semester I/2022 memang mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan periode yang sama 2021.
Pada 2021, lonjakan permintaan lanjutnya, benar-benar luar biasa, tidak bisa dibandingkan dengan kondisi penjualan normal. Alasannya, kondisi pandemi saat itu benar-benar membuat masyarakat panik dan membeli produk-produk kesehatan.
"Sementara ketersediaan bahan baku saat itu juga terbatas, khususnya bahan impor dari negara pemasok yang lockdown. Meskipun demikian, penurunan penjualan dibandingkan dengan 2021 hanya 2,5 persen," jelasnya saat dihubungi Bisnis, Senin (15/8/2022).