Bisnis.com, JAKARTA - Emiten farmasi dan jamu, PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk. (SIDO) mencatatkan penurunan kinerja pada Semester I/2022. Hal ini karena terjadi kenaikan bahan baku dan terlambatnya dampak peningkatan harga jual produk SIDO.
Berdasarkan laporan keuangan per 30 Juni 2022, kinerja penjualan emiten dengan kode saham SIDO tersebut turun 2,58 persen menjadi Rp1,61 triliun dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu Rp1,65 triliun.
Turunnya penjualan SIDO berimbas pada laba bersih. Belum lagi, pembengkakan beban pokok penjualan turun menggerus bottom line. Laba bersih SIDO tercatat turun 11,24 persen secara tahunan menjadi Rp445,59 miliar dibandingkan dengan Rp502 miliar di periode yang sama tahun lalu.
Presiden Direktur Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul David Hidayat menjelaskan pendapatan SIDO semester I/2022 memang mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan periode yang sama 2021.
Pada 2021, lonjakan permintaan lanjutnya, benar-benar luar biasa, tidak bisa dibandingkan dengan kondisi penjualan normal. Alasannya, kondisi pandemi saat itu benar-benar membuat masyarakat panik dan membeli produk-produk kesehatan.
"Sementara ketersediaan bahan baku saat itu juga terbatas, khususnya bahan impor dari negara pemasok yang lockdown. Meskipun demikian, penurunan penjualan dibandingkan dengan 2021 hanya 2,5 persen," jelasnya saat dihubungi Bisnis, Senin (15/8/2022).
Baca Juga
Lebih lanjut, David juga menjelaskan penurunan profitabilitas karena adanya kenaikan harga bahan baku yang telah bergerak naik sejak awal tahun.
Sayangnya, kenaikan harga jual beberapa produk efektif pada awal kuartal II/2022, sehingga dampak kenaikan harga jual menutupi kenaikan harga bahan baku kurang begitu terasa.
"Profitabilitas laba bersih pada semester II/2022 ini diharapkan sudah meningkat dari semester I/2022," terangnya.
Selain itu, SIDO juga terang David masih dalam proses melakukan evaluasi dan jika diperlukan melakukan revisi target 2022. SIDO sempat menargetkan peningkatan laba bersih dan pendapatan sebesar 15 persen sepanjang 2022.
"Penurunan laba bersih karena adanya kenaikan harga bahan baku yang telah bergerak naik sejak awal tahun, sementara kenaikan harga jual beberapa produk efektif pada awal kuartal II/2022," tambahnya.