Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kinerja Reksa Dana Saham Semakin Kinclong, Ini Sebabnya

Reksa dana saham mencatatkan return positif sebesar 3,09 persen secara year-to-date (ytd).
Warga mengakses informasi tentang reksa dana di Jakarta, Rabu (6/7/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha
Warga mengakses informasi tentang reksa dana di Jakarta, Rabu (6/7/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Kinerja sektor energi dan rilis data konsumen yang optimal menjadi penopang utama berlanjutnya performa positif reksa dana saham memasuki pekan kedua September 2022.

Laporan dari Infovesta Utama pada Selasa (13/9/2022) menyebutkan, kinerja reksa dana saham selama periode 2 9 September terpantau naik 0,47 persen, sementara itu reksa dana campuran juga terpantau menguat 0,40 persen.

Kenaikan tersebut membawa reksa dana saham mencatatkan return positif sebesar 3,09 persen secara year-to-date (ytd). Sedangkan, reksa dana campuran terpantau membukukan pertumbuhan yang lebih tinggi yakni 5,38 persen ytd

Kinerja reksa dana saham ditopang oleh reli Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selama sepekan belakangan yang naik sebesar 0,91 persen ke level 7.242. Menguatnya IHSG menurut Infovesta masih didorong oleh sektor energi.

“IHSG tumbuh sebesar 10,05 persen ytd didorong oleh sektor energi, terutama pada laporan keuangan yang tercatat mengalami peningkatan pada kuartal II/2022,” demikian kutipan laporan tersebut.

Meski demikian, Infovesta juga mencatat adanya penurunan harga batu bara seiring dengan pelemahan harga gas alam Eropa akibat pasokan gas yang sudah terpenuhi sebelum musim dingin. Hal ini terjadi di tengah upaya pemerintah untuk membatasi harga gas agar tidak melambung tinggi.

Reli di pasar saham juga didukung oleh rilis data Indeks keyakinan konsumen Indonesia yang positif. Tercatat, indeks keyakinan konsumen pada Agustus 2022 mengalami peningkatan sebesar 1,5 point ke level 124,7.

Meski demikian, pergerakan IHSG dinilai masih cukup volatil seiring dengan perlambatan ekonomi China yang berlanjut. Hal tersebut disebabkan oleh rilis neraca dagang China yang mengalami perlambatan, dilihat dari pertumbuhan ekspor yang turun ke 7 persen yoy.

“Sementara itu, pertumbuhan impor cenderung datar seiring dengan adanya pembatasan mobilitas di China. Adapun, China menerapkan kebijakan zero covid policy yang menghambat laju ekonomi di negara tersebut,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper