Bisnis.com, Jakarta - Beberapa saham emiten tengah disuspensi oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) dan terancam mengalami delisting dengan persentase kepemilikan publik yang tinggi seperti PT Pool Advista Indonesia Tbk. (POOL) dan PT Hanson International Tbk (MYRX).
Berdasarkan penelusuran Bisnis.com terdapat lima saham emiten dengan persentase kepemilikan publik yang tinggi. Lima saham emiten tersebut setidaknya memiliki mayoritas pemegang saham publik mencapai angka 90 persen.
Empat dari lima perusahaan tersebut bahkan telah mengalami masa suspensi lebih dari 24 bulan. Berdasarkan POJK No. 3/POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal, calon delisting wajib melaksanakan pembelian kembali saham paling lambat 18 bulan setelah pengumuman keterbukaan informasi.
Berikut adalah daftar emiten saham yang telah disuspensi dengan persentase kepemilikan publik yang tinggi:
1. Pool Advista Indonesia Tbk. (POOL)
Saat ini POOL memiliki persentase kepemilikan publik hingga 96,71 persen. Sisa 3,29 persen saham dipegang oleh PT Advista Multi Artha sekaligus menjadi PSP dari POOL. Total lembar saham yang dimiliki oleh POOL saat ini mencapai 2,341 miliar.
Masa suspensi POOL telah mencapai 24 bulan pada tanggal 10 Juni 2022. Melalui laman Keterbukaan Informasi BEI, Direktur Utama Pool Advista Indonesia Tbk., Marhaendra memberikan penjelasan mengenai informasi rencana dan progress perbaikan kondisi terkait suspensi.
Pertama POOL telah berhasil menjual entitas anak PT Asuransi Jiwa Advista pada Maret 2021 lalu. POOL juga telah membentuk entitas anak baru berupa PT Pool Konstruksi Terbarukan (PKT). Entitas tersebut telah beroperasi sejak Mei 2021 dan mengerjakan proyek pembangunan 4G BTS Tower.
Baca Juga
Marhaendra menyebut POOL juga akan melakukan restrukturisasi pada entitas anak PT Pool Advista Sekuritas dengan mencari investor baru. Hal ini guna memenuhi persyaratan administrasi dan sistem untuk memperoleh SPAB agar dapat mendaftarkan PT Pool Advista Sekuritas di BEI.
"Perseroan saat ini sedang melakukan analisa untuk melakukan investasi pada perusahaan developer property yang diharapkan dapat memperbaiki kinerja Perseroan pada tahun 2022," ujar Marhaendra.
2. Siwani Makmur Tbk. (SIMA)
Mayoritas saham SIMA yang dipegang oleh publik mencapai angka 94,168 persen. PT Yuanta Securities Indonesia menjadi pemegang dari sisa 5,832 persen saham SIMA. Total lembar saham yang dimiliki oleh SIMA saat ini mencapai 442,58 juta.
Namun, pada 17 Februari 2020 BEI mengumumkan potensi melakukan delisting atau penghapusan pencatatan saham emiten SIMA dengan batas akhir suspensi pada 17 Februari 2022.
Pada tahun ini BEI memutuskan tetap melakukan suspensi perdagangan Efek di Pasar Reguler dan Pasar Tunai terhadap SIMA. Keputusan ini dikeluarkan sejak sesi I Perdagangan Efek tanggal 1 Agustus 2022.
Pada hari yang sama dengan pengumuman potensi delistin, pihak SIMA mengumumkan laporan informasi atau fakta material pengunduran diri Direktur Siwani Makmur Tbk., Ikman Maulana dan Sekretaris Perusahaan Yudhi Surjadjaja.
3. Envy Technologies Indonesia Tbk. (ENVY)
Sebanyak 93.37 persen saham ENVY dipegang oleh publik. Sementara untuk sisa saham sebanyak 6,01 persen dipegang oleh Weiser Global Capital Markets Ltd, 0,41 persen dipegang Hazmi Bin Hussain, dan 0,21 persen dipegang oleh Mohd Sopiyan Bin Mohd Rashdi.
Total lembar saham yang dimiliki oleh ENVY saat ini mencapai 1,8 triliun. Meski demikian, BEI masih menghentikan perdagangan saham ENVY dan masa suspensi akan mencapai 24 bulan pada 1 Desember 2022.
Suspensi dilakukan lantaran BEI menimbang perlu penjelasan lebih lanjut dari ENVY terkait beberapa hal dalam laporan keuangan laporan keuangan interim per 30 September 2020 milik perseroan tersebut.
Pemegang saham ENVY kemudian merombak habis jajaran direksi dan dewan komisaris dengan menempatkan kembali Dato' Sri Mohd Sopiyan bin Mohd Rashdi sebagai Direktur Utama ENVY seiring dengan upaya pembenahan emiten jasa teknologi informasi (TI) tersebut.
Perombakan dilakukan lantaran ENVY mengalami sejumlah persoalan krusial pasca pengunduran diri Dato' Sri Mohd Sopiyan, sampai akhirnya saham ENVY disuspensi oleh BEI hingga saat ini.
4. Hotel Mandarine Regency Tbk. (HOME)
Sebanyak 90,43 persen saham HOME dipegang oleh publik dan sisa 9,47 persen dipegang oleh PT Yuanta Securities Indonesia.
Meski memiliki lembaran saham hingga 22,2 miliar, BEI sebelumnya menyatakan saham HOME berpotensi delisting dari bursa karena telah mengalami suspensi lebih dari 24 bulan yang jatuh pada 3 Februari 2022. Hal ini lantaran terdapat sejumlah notasi khusus yang disematkan BEI terhadap HOME.
Pertama adalah notasi A yang berarti adanya ketidakwajaran atas laporan keuangan yang telah diaudit, dan notasi L karena keterlambatan penyampaian laporan keuangan perseroan.
Kemudian notasi Y, karena Hotel Mandarine Regency belum menyelenggarakan rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) sampai 6 bulan setelah akhir tahun buku sebelumnya. Terakhir notasi X yang artinya emiten berada dalam pemantauan khusus.
Sementara itu, Kejaksaan Agung melanjutkan langkah penyitaan untuk mengembalikan uang negara dalam kasus korupsi di PT Asabri. Penyidik Kejaksaan Agung menyita Hotel Mandarine Regency seluas 7.360 meter persegi di wilayah Batam.
5. PT Hanson International Tbk (MYRX)
Mayoritas saham MYRX saat ini dipegang oleh publik sebanyak 90,349 persen. Sisa saham MYRX dipegang oleh PT ASABRI (Persero) sebanyak 5,401 persen dan Benny Tjokrosaputro alias Bentjok sebanyak 4,250 persen.
Bentjok sebagai Komisaris dan Direktur MYRX juga merupakan PSP pada perseroan tersebut. Total valuasi yang dimiliki MYRX saat ini mencapai Rp86,7 miliar.
BEI sebelumnya mengumumkan MYRX telah menggenapi masa suspensi selama 30 bulan per 16 Juli 2022. Oleh karena itu, emiten tersebut memenuhi syarat untuk delisting dari pasar modal.
Sementara menilik dari alasan awal suspensi saham MYRX pada 2020, ialah karena perseroan gagal membayar pinjaman individu senilai Rp2,66 triliun. Hal itu membuat emiten properti itu mengambil opsi konversi utang menjadi saham.