Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Bertekuk Lutut di Hadapan Dolar AS pada Pembukaan Hari Ini, Selasa 2 Agustus 2022

Bloomberg, Selasa (2/8/2022), mencatat nilai tukar rupiah dibuka melemah 0,03 persen atau turun 4,5 poin sehingga berada di posisi Rp14.877 per dolar AS.
Mata uang rupiah dan dolar Amerika Serikat di salah satu money changer, Jakarta, Sabtu (30/7/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha
Mata uang rupiah dan dolar Amerika Serikat di salah satu money changer, Jakarta, Sabtu (30/7/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA —Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dibuka melemah tipis pada Selasa (1/8/2022). Pada saat yang sama, indeks dolar AS melanjutkan pelemahannya setelah data ekonomi AS memperlihatkan penurunan ekonomi pada kuartal II/2022.

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah dibuka melemah 0,03 persen atau turun 4,5 poin sehingga berada di posisi Rp14.877 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama, pada pukul 09.00 WIB terpantau melemah 0,13 persen atau 0,14 poin ke level 105,13. 

Sejumlah mata uang lain di kawasan Asia terpantau turut melemah yakni yuan China melemah 0,11 persen, won Korea Selatan melemah 0,23 persen, dan peso Filipina turun 0,16 persen.

Sementara itu, yen Jepang yang naik 0,76 persen, baht Thailand menguat tipis 0,07 persen, dan rupee India sebesar 0,30 persen.

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan rupiah dibuka berfluktuatif hari ini, tetapi ditutup menguat di rentang Rp14.860—Rp14.890.

Dia mengatakan bahwa dolar merosot ke level terendah dalam enam pekan terhadap mata uang lainnya pada Senin karena pasar terus bertaruh bahwa Federal Reserve tidak terlalu memperketat hubungannya dengan ekonomi AS yang berisiko mengalami resesi.

Data pada akhir pekan lalu membawa greenback ke dua arah, dengan awalnya naik setelah indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) menunjukkan inflasi tercepat sejak 2005, kemudian tenggelam setelah laporan akhir University of Michigan menunjukkan ekspektasi inflasi konsumen yang menurun.

Fokus ekonomi untuk minggu ini adalah laporan pekerjaan bulanan AS pada Jumat mendatang. Pedagang saat ini memperkirakan sekitar 31 persen kemungkinan bahwa Fed akan mempertahankan laju kenaikan suku bunga 75 basis poin saat ini pada pertemuan berikutnya pada 21 September 2022, dengan peluang 69 persen untuk kenaikan setengah poin yang lebih kecil.

Sementara itu, dari dalam negeri angka aktivitas manufaktur yang dicerminkan dengan Purchasing Managers' Index (PMI). Untuk periode Juli 2022, PMI manufaktur Indonesia berada di 51,3. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 50,2 sekaligus jadi yang tertinggi dalam tiga bulan terakhir.

Pemesanan baru (new orders) meningkat setelah berada di tingkat yang rendah pada Juni. Dunia usaha menyebut peningkatan produksi terjadi seiring dengan tumbuhnya permintaan dari konsumen. Saat permintaan ekspor masih turun, permintaan domestik mampu mengambil alih. Penurunan ekspor bahkan berada di titik terendah sejak Agustus tahun lalu.

Tingginya harga komoditas menjadi faktor yang membuat fundamental Indonesia saat ini cukup kuat. Neraca perdagangan mencatat surplus 26 bulan beruntun, yang membuat transaksi berjalan juga surplus.

“Pasokan devisa yang besar yang membuat nilai tukar rupiah menjadi cukup stabil, tidak mengalami pelemahan tajam seperti mata uang di kawasan Asia lainnya,” katanya, Senin (1/8/2022).

Selain itu, pemerintah diperkirakan mendapatkan tambahan penerimaan sebesar Rp420 triliun pada tahun ini karena lonjakan harga komoditas. Kenaikan tersebut digunakan untuk subsidi energi sehingga harga BBM pertalite dan gas tiga kilogram tidak dinaikkan karena bisa memicu inflasi di dalam negeri jika harganya terlalu tinggi.

Meski demikian, kekuatan ekonomi Indonesia diuji dengan melambatnya ekonomi China, yang kemungkinan pada kuartal kedua 2022 bergerak di bawah 5,5 persen.

“Kalau China terjadi perlambatan ekonomi akan berdampak terhadap ekspor komoditas Indonesia. Ketakutan ini yang membuat mata uang rupiah melemah walaupun data ekonomi dalam negeri cukup bagus,” kata Ibrahim.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa rupiah relatif masih mampu menghadapi tekanan akibat tingginya ketidakpastian pasar keuangan global dan pengetatan kebijakan moneter AS. Dari catatan Sri Mulyani, rupiah melemah 4,55 persen year-to-date (ytd).

"Pelemahan 4,55 persen [ytd] dari rupiah lebih baik apabila dibandingkan dengan pelemahan atau depresiasi berbagai mata uang di kawasan," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers KSSK, Senin (1/8/2022).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper