Bisnis.com, JAKARTA - Nomura Holdings Inc. memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi global akan tertekan ke depannya seiring dengan kondisi geopolitik yang memicu inflasi energi dan harga pangan. Resesi global kemungkinan tidak terelakkan lagi.
"Tanda-tanda meningkat bahwa ekonomi dunia memasuki perlambatan pertumbuhan secara bersamaan," tulis Nomura.
Nomura menambahkan banyak negara tidak akan mampu menyandarkan diri pada ekspor untuk tumbuh. "Ini membuat kami memperkirakan adanya resesi berkelanjutan."
Nomura juga menyebutkan sejumlah negara kemungkinan jatuh ke zona resesi, yaitu Eurozone, Inggris, Jepang, Korea Selatan, Kanada, Australia dan AS.
Sinyal yang sama datang dari IMF. Managing Director International Monetary Fund (IMF) Kristalina Georgieva bahwa proyeksi ekonomi global gelap secara signifikan sejak April.
Dia tidak bisa mengesampingkan kemungkinan resesi global tahun depan mengingat risiko yang tinggi.
Baca Juga
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira dampak resesi yang bisa berkepanjangan (long recession) ini akan menekan nilai tukar rupiah.
"Proyeksinya menyentuh 16.000 pada akhir tahun ini," papar Bhima. Di sisi lain, inflasi pangan dan energi terus mendorong terjadinya stagflasi karena kenaikan harga tidak dibarengi dengan naiknya kesempatan kerja.
PMI Manufaktur kembali alami kontraksi dibawah level 50 karena naiknya biaya bahan baku dan perlambatan konsumsi domestik maupun permintaan ekspor.
"Suku bunga yang naik secara agresif menghambat laju penyaluran kredit perbankan," ujarnya.
Kondisi ini tentunya dapat menekan pemulihan yang telah ditorehkan oleh ekonomi Indonesia. Korporasi dan pelaku usaha pun akan dihadapkan kembali oleh kondisi sulit karena tekanan inflasi akan meningkat tajam.
Bhima menyarankan lima langkah bagi korporasi atau pelaku usaha Tanah Air. Pertama, Bhima berharap korporasi melakukan pencarian alternatif sumber bahan baku yang terjangkau dan mampu memenuhi permintaan jangka panjang. Pasalnya, restriksi dan hambatan perdagangan akibat kondisi geopolitik dapat menganggu bahan baku.
Kedua, perluas pasar ekspor ke negara alternatif yang tidak terlalu terdampak pada gangguan perang rusia-ukraina dalam hal distribusi (Timur tengah, Amerika Latin, Afrika).
Ketiga, korporasi harus melakukan downsizing atau menurunkanstandar dan kuantitas barang agar tidak terjadi penyesuaian harga jual yang signifikan. Keempat, korporasi segera melakukan lindung nilai bagi korporasi yang memiliki eksposure utang luar negeri dalam bentuk valas
Kelima, dia mendorong korporasi mencari alternatif pendanaan selain dari pinjaman atau surat utang yang berbasis bunga, misalnya rights issue atau IPO.