Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Terlemah di Asia saat Dolar AS Menguat

Mata uang rupiah ditutup melemah 0,52 persen atau 75 poin ke Rp14.566 per dolar AS, menjadi yang terlemah di Asia.
Uang dolar dan rupiah di Dolarindo Money Changer, Jakarta. Rupiah menjadi yang terlemah di Asia saat dolar AS Menguat pada hari ini, Kamis (9/6/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha
Uang dolar dan rupiah di Dolarindo Money Changer, Jakarta. Rupiah menjadi yang terlemah di Asia saat dolar AS Menguat pada hari ini, Kamis (9/6/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah ditutup melemah pada perdagangan Kamis (9/6/2022) di tengah penguatan indeks dolar AS. Rupiah juga menjadi yang terlemah di Asia hari ini.

Berdasarkan data Bloomberg, Kamis (8/6/2022) mata uang rupiah ditutup melemah 0,52 persen atau 75 poin ke Rp14.566 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS terpantau menguat tipis 0,08 persen ke 102,62 setelah sempat melemah pada Kamis pagi.

Bersama dengan rupiah, sejumlah mata uang di Asia juga melemah seperti dolar Taiwan melemah 0,12 persen, won Korea Selatan melemah 0,27 persen, dan peso Filipina melemah 0,08 persen.

Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan bahwa dolar AS sempat turun pada Kamis pagi di Asia. Adapun, pertemuan Bank Sentral Eropa dan keputusan kebijakannya di kemudian hari masih menjadi fokus terbesar pasar.

Data pemerintah yang dirilis pada hari sebelumnya menunjukkan bahwa ekspor China tumbuh 16,9 persen tahun ke tahun pada Mei karena pembatasan Covid-19 dan gangguan pada produksi dan logistik mereda, dan mengalahkan ekspektasi pasar.

Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengatakan pada Rabu bahwa pemerintahan Biden berusaha untuk mengkonfigurasi ulang tarif impor China, tetapi memperingatkan bahwa langkah itu tidak akan menjadi "obat” untuk meredakan inflasi yang tinggi.

Kemudian, investor juga masih khawatir tentang resesi yang disebabkan oleh kenaikan suku bunga. Menambah prospek pertumbuhan global yang suram, Organisasi untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memperingatkan pada Rabu bahwa perang di Ukraina telah membuat prospek ekonomi dunia lebih suram, dan memangkas perkiraan pertumbuhannya.

Sementara itu, Bank Sentral Eropa akan menurunkan keputusan kebijakannya pada hari Kamis dan mengumumkan penghentian pembelian obligasi.

Dari sisi internal, pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan menjadi salah satu yang paling resilien di tengah berbagai risiko global yang mengalami peningkatan. Dalam laporan Global Economic Prospect (GEP) Juni 2022, Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di tingkat 5,1 persen untuk 2022 atau hanya turun 0,1 poin persentase (pp) dari proyeksi sebelumnya.

Proyeksi tersebut masih berada dalam kisaran outlook Pemerintah yakni 4,8 persen hingga 5,5 persen. Dalam laporan tersebut, Bank Dunia mengemukakan bahwa perekonomian Indonesia akan mendapat dorongan dari kenaikan harga komoditas.

Lebih lanjut, Pemerintah berupaya menjaga pertumbuhan ekonomi dengan membuat situasi pandemi menjadi kondusif sehingga memberikan kenyamanan masyarakat dalam melakukan aktivitas ekonominya. Salah satu caranya dengan mendorong vaksinasi yang kini sudah mencapai 74,2 persen populasi untuk dosis pertama dan 62,1 persen untuk dosis lengkap.

Selain itu, APBN tetap diarahkan untuk menjadi instrumen penting merespon dinamika ekonomi yang terjadi, termasuk menjadi shock absorber. APBN akan terus diarahkan untuk memastikan terlindunginya daya beli masyarakat, khususnya kelompok yang rentan, serta terjaganya pemulihan ekonomi.

Berbeda dengan kondisi Indonesia, Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi global akan melambat signifikan dari 5,7 persen di tahun 2021 menjadi hanya 2,9 persen di tahun 2022 akibat eskalasi berbagai risiko. Beberapa lembaga internasional lain, seperti IMF, juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global sebanyak 0,8 persen pada April lalu.

Risiko global, seperti konflik geopolitik yang disebabkan oleh perang di Ukraina, telah membuat tekanan inflasi global semakin persisten, terutama didorong oleh lonjakan harga komoditas energi dan pangan serta disrupsi suplai.

Untuk perdagangan besok, Ibrahim memperkirakan mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp14.550 - Rp14.610 per dolar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper