Bisnis.com, JAKARTA – Pelemahan imbal hasil (yield) Surat Utang Negara (SUN) yang masih terjadi membuat kinerja instrumen reksa dana pendapatan tetap tertekan. Investor pun cenderung lebih memilih produk berbasis obligasi korporasi ketimbang SBN
Laporan dari Infovesta Utama mencatat, secara ytd reksa dana pendapatan tetap mencatatkan return negatif sebesar 2,65 persen. Sementara, pada periode 28 April – 13 Mei lalu, reksa dana pendapatan tetap terpantau melemah 1,68 persen.
Direktur Utama Trimegah Asset Management Antony Dirga mengatakan, investor di perusahaannya memiliki view dan pandangan yang cukup independen. Ia menjelaskan, permintaan terhadap reksa dana berbasis SBN masih tetap ada meski tengah tertekan.
“Permintaan memang masih ada karena terdapat aturan-aturan yang mengatur minimum kepemilikan di SBN,” katanya saat dihubungi pekan ini.
Meski demikian, secara umum, reksa dana berbasis obligasi korporasi memiliki kinerja yang lebih baik. Hal ini membuat investor cenderung lebih tertarik ke reksa dana berbasis obligasi korporasi ketimbang reksa dana SBN.
Menurut Antony, tekanan pada pasar obligasi dan juga reksa dana pendapatan tetap masih akan berlanjut sepanjang kuartal II/2022. Perbaikan kinerja diprediksi baru akan terlihat pada kuartal III mendatang seiring dengan kejelasan arah kebijakan the Fed.
Baca Juga
“Kami percaya bahwa pasar butuh waktu untuk mencerna arah inflasi dan juga arah kebijakan the Fed,” lanjutnya.
Adapun, strategi Trimegah AM untuk paruh pertama tahun 2020 adalah menjaga durasi portofolio berbasis SBN di level yang rendah.
Sementara itu, untuk portofolio obligasi pada umumnya, Trimegah AM memfokuskan exposure pada obligasi korporasi dengan fundamental yang baik dan memiliki durasi lebih pendek dari kebanyakan obligasi pemerintah.