Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan kelapa sawit, PT Nusantara Sawit Sejahtera (NSS) mematangkan rencana penawaran umum saham perdana atau IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 2022, memanfaatkan momentum kenaikan harga CPO.
Komisaris Nusantara Sawit Sejahtera Robiyanto mengatakan perusahaan perkebunan berbasis di Kalimantan ini berencana menggelar IPO tahun 2022. Tujuannya adalah meningkatkan kapasitas bisnis dan memastikan tata kelola perusahaan menjadi lebih akuntabel serta transparan karena menjadi milik publik.
"Target perolehan dana dari IPO sekitar Rp800 miliar-Rp900 miliar. Dana hasil IPO akan digunakanuntuk membiayai kegiatan penanaman baru dan pembangunan pabrik," paparnya dalam siaran pers, Rabu (11/5/2022).
Dalam lima tahun ke depan atau hingga 2027, NSS menargetkan sudah memiliki lahan plasma seluas 9.500 ha, dan 3 PKS dengan kapasitas masing-masing 60 ton per jam.
NSS merupakan perusahaan hulu perkebunan kelapa sawit dengan 5 area perkebunan yang berlokasi di Kalimantan Tengah, khususnya untuk penjualan produk minyak sawit berkualitas tinggi, tandan buah segar (TBS), CPO dan biji sawit atau palm kernel (PK).
Chief Executive Officer PT Elkoranvidi Indonesia Investama Fendi Susiyanto, menyampaikan kenaikan harga minyak sawit mentah atau CPO dapat menjadi momentum tepat bagi perusahaan terkait melakukan IPO.
Baca Juga
“Sudah tepat jika perusahaan komoditas, termasuk CPO, melakukan IPO saa tini karena sedang ada momentumnya. Kalau segi prospek baik. Dari sisi sektoral memungkinkan,” jelasnya.
Fendi mengemukakan, selain harga CPO yang sedang tinggi, aksi IPO bisa menjadi alternatif pendanaan perusahaan. Pasar saham menjadi pilihan mendapatkan tambahan modal karena pencairan kredit bank masih dibatasi selama pandemi.
Bagi investor, suku bunga bank rendah kurang menarik, sehingga diperlukan alternatif lain untuk menempatkan dana. Kondisi ini menyebabkan, investor pasar modal meningkat selama pandemi, terutama segmen retail.
Fendi mengatakan, pemulihan ekonomi dunia dan perang Ukraina-Rusia juga akan meningkatkan permintaan CPO dari Indonesia, menyusul terhambatnya pasokan dan produksi minyak nabati dari kedua negara itu ke sejumlah negara, termasuk Eropa.
“Kalau kami lihat, ada potensi terjadinya super cycle commodity. Artinya, kenaikan cukup panjangdan cukup masuk akal. Terutama dari kasus global sudah recovery dan tumbuh lagi setelah pandemi. Permintaan bahan baku, terutama komoditas naik,” imbuhnya.