Bisnis.com, JAKARTA – Pasar obligasi Indonesia dinilai akan tetap atraktif di mata investor kendati dibayangi oleh sentimen kenaikan suku bunga The Fed.
Data dari World Government Bonds pada Senin (9/5/2022) mencatat, tingkat imbal hasil SUN Indonesia telah menembus level 7,22 persen. Selama sepekan terakhir, yield SUN Indonesia telah melemah sebesar 22,9 basis poin.
Chief Investment Officer STAR AM Susanto Chandra mengatakan, tren pelemahan imbal hasil atau yield SUN Indonesia dipicu oleh keputusan The Fed yang menaikkan suku bunga pada pekan lalu. Kebijakan ini dilakukan oleh The Fed guna mengendalikan laju inflasi yang semakin cepat.
Meningkatnya inflasi AS turut berimbas pada kenaikan imbal hasil obligasi AS atau US Treasury. Tercatat, pada hari ini yield US Treasury dengan tenor 10 tahun telah menembus level 3,17 persen. Hal ini membuat kondisi pasar SUN Indonesia semakin tertekan.
Meski tengah melemah, menurutnya minat investor terhadap obligasi RI masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Susanto meyakini pasar SUN Indonesia masih relatif menarik di mata investor sepanjang kuartal II/2022.
“Hal ini mengingat tingkat imbal hasil yang lebih baik dibandingkan dengan negara emerging market lainnya,” ujarnya.
Baca Juga
Susanto melanjutkan, tren pelemahan imbal hasil SUN Indonesia masih akan berlanjut selama beberapa waktu mendatang. Kelanjutan kenaikan suku bunga dari The Fed dan Bank Indonesia akan menjadi katalis negatif terhadap pasar obligasi.
Menurutnya, suku bunga indonesia berpotensi meningkat ketika The Fed meningkatkan lagi suku bunganya sebanyak 75 basis poin.
“Selain itu, jika laju inflasi masih terus naik, sentimen peningkatan imbal hasil obligasi masih akan berlanjut,” lanjutnya.
Seiring dengan hal tersebut, Susanto memperkirakan yield SUN seri 10 tahun akan bergerak pada kisaran 6,5 persen – 7,5 persen di sisa tahun 2022.