Bisnis.com, JAKARTA – Harga Bitcoin melanjutkan koreksinya seiring dengan outlook hawkish The Fed yang membuat investor enggan masuk ke aset-aset berisiko.
Dilansir dari Bloomberg pada Senin (25/4/2022), harga Bitcoin sempat anjlok hingga 3,2 persen ke level US$38.236, atau terendah sejak 15 Maret 2022. Harga aset kripto terbesar di dunia ini telah anjlok sekitar 20 persen dari level tertingginya bulan lalu.
Meski cenderung terkoreksi, harga Bitcoin masih berada di level yang sama sejak awal tahun, yakni pada kisaran US$35.000 hingga US$45.000. Pergerakan harga aset digital ini berbanding lurus dengan indeks Nasdaq-100 yang mayoritas anggotanya adalah saham-saham teknologi.
Sejumlah analis teknikal menyebutkan koreksi ini masih akan berlanjut bila dilihat dari tren harga saat ini. Founder dan Managing Partner Fairlead Strategies Katie Stockton mengatakan, Bitcoin telah terkoreksi dibawah level support mingguannya, dengan level support sekunder pada kisaran US$27.200.
Sementara itu, Technical Strategist Fundstrat, Mark Newton, dalam laporannya mengatakan harga Bitcoin terlihat akan menembus level tren dua bulan. Hal ini akan memicu Bitcoin kembali menguji level terendah pada Januari lalu.
“Kami memprediksi adanya initial pullback ke kisaran US$36.300. Jika menembus harga tersebut, maka Bitcoin akan kembali menguji level US$32.950,” jelasnya dikutip dari Bloomberg.
Baca Juga
Sementara itu, Tim Analis dari Nydig memaparkan, seiring dengan penguatan harga mata uang, investor kemungkinan akan beralih dari memegang Bitcoin atau emas ke dolar AS.
“Seperti korelasi negatif antara Bitcoin dengan dolar AS, korelasi negatif antara Bitcoin dengan suku bunga riil baru muncul dalam beberapa tahun terakhir,” demikian kutipan laporan tersebut.
Laporan tersebut menambahkan, Bitcoin akan ditopang oleh faktor-faktor fundamental, seperti pertumbuhan pengguna dan jaringan. Namun, pasar juga perlu memperhatikan perubahan dinamika hubungan secara makro.