Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

The Fed Makin Galak, Permintaan Sukuk Indonesia Masih Tertekan

Rendahnya kepemilikan investor asing di SBSN berdampak pada elastisitas permintaan yang rendah terhadap sentimen global secara umum.
 Ilustrasi Sukuk Negara Ritel./JIBI-Nurul Hidayat
Ilustrasi Sukuk Negara Ritel./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA – Sentimen perang Rusia–Ukraina dan kenaikan suku bunga The Fed berpotensi masih menekan minat investor terhadap pasar sukuk Indonesia dalam jangka pendek.

Chief Economist Bank Permata Josua Pardede memaparkan, dilihat dari return seri benchmark sukuk negara, secara year-to-date (ytd), nilai dari return Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) tidak sedalam return dari SBN konvensional. Tercatat, return dari PBS031, PBS032, PBS029, dan PBS033, masing-masing sebesar -1,6 persen , -0,7 persen , -1,9 persen, dan 0,6 persen.

Sementara, di sisi lain, return dari benchmark SBN konvensional, seperti FR0090, FR0091, FR0093, dan FR0092, terpantau terkoreksi lebih dalam masing-masing sebesar -3,8 persen, -4,3 persen, -3,7 persen, dan -3,3 persen.

“Penurunan yang tidak lebih signifikan dibandingkan dengan SBN konvensional, berkaitan dengan rendahnya kepemilikan asing di pasar SBSN. Pada tahun 2021, kepemilikan investor asing di SBSN hanya sebesar 1,98 persen, jauh lebih rendah dibandingkan kepemilikan asing di SBN konvensional sebesar 22,79 persen,” jelasnya saat dihubungi Bisnis, Rabu (13/4/2022).

Sementara itu, hingga 11 April 2022, kepemilikan asing di SBSN turun menjadi 1,67 persen, sedangkan kepemilikan asing di SBN konvensional turun menjadi 21,04 persen.

Josua menjelaskan, rendahnya kepemilikan investor asing di SBSN berdampak pada elastisitas permintaan yang rendah terhadap sentimen global secara umum. Sentimen global, seperti perang Rusia-Ukraina dan sentimen Fed masih mempengaruhi return dari SBSN, namun tidak sedalam SBN konvensional.

Penawaran yang masuk pada saat lelang juga masih mengalami penurunan sejak sentimen perang meningkat pada akhir Februari 2022. Hal ini dikarenakan oleh institusi domestik yang juga menahan pembelian SBSN seiring dengan kekhawatiran terkait sentimen internasional tersebut.

“Sejalan dengan arah pergerakan SBN, permintaan akan SBSN masih akan cenderung rendah di jangka pendek, setidaknya hingga sentimen internasional mulai mereda,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper