Bisnis.com, JAKARTA – Minat investor terhadap instrumen sukuk ritel (SR) seri SR016 tercatat tetap tinggi di tengah prospek kenaikan suku bunga The Fed. Kondisi likuiditas yang optimal menjadi salah satu sentimen positif.
Berdasarkan data yang dilansir dari salah satu mitra distribusi daring pada Rabu (16/3/2022) sekitar pukul 14.00 WIB, total penjualan SR016 telah menyentuh Rp16,35 triliun. Kuota pemesanan tercantum Rp2,6 triliun dari target Rp19 triliun.
Adapun, masa penawaran SR016 telah dibuka sejak 25 Februari 2022 dan akan rampung pada 17 Maret mendatang. Dengan demikian, investor masih memiliki waktu 1 hari untuk membeli instrumen ini. Kupon atau imbal hasil yang ditawarkan pada SR016 sebesar 4,95 persen per tahun.
Kupon ini lebih rendah dibanding seri sebelumnya SR015 sebesar 5,1 persen. Jenis kupon SR016 adalah tetap (fixed rate) dan memiliki tenor 3 tahun. SR016 dapat diperdagangkan kembali (tradeable) di pasar sekunder sebelum jatuh tempo 3 tahun.
Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handy Yunianto menilai, minat investor terhadap SBN ritel masih amat tinggi. Kebijakan penambahan kuota pemesanan menjadi salah satu indikator utama SBN ritel masih dicari oleh investor ritel.
“Dari target awal Rp10 triliun, kemudian naik lagi dan sekarang sudah ada penjualan lebih dari Rp15 triliun menurut saya menjadi indikasi demand sukuk ritel masih bagus,” jelasnya saat dihubungi, Rabu (16/3/2022).
Baca Juga
Handy memaparkan, salah satu sentimen yang menopang minat investor ritel adalah potensi return yang akan didapatkan. Kupon sebesar 4,95 persen yang ditawarkan pada SR016 lebih besar bila dibandingkan dengan SBN ritel yang pertama kali ditawarkan pemerintah pada 2022, yaitu ORI021.
Lebih lanjut, kondisi pasar SBN ritel turut didukung oleh optimalnya kondisi likuiditas serta tren suku bunga rendah yang masih berlanjut selama masa penawaran. Risiko dari SR016 juga cenderung minim karena diterbitkan oleh pemerintah dan dijamin oleh undang-undang.
“Kondisi ketidakpastian yang tinggi karena faktor global, juga ikut mendorong permintaan instrumen yang relatif aman. Selain itu, investor juga akan mendapatkan cashflow bulanan dari imbal hasil kuponnya,” paparnya.
Ke depannya, Handy memperkirakan minat investor terhadap SBN ritel akan cukup terjaga. Terjaganya kondisi likuiditas serta surplus neraca perdagangan karena tren harga komoditas menurutnya akan menjadi katalis positif bagi prospek SBN ritel pada tahun ini.
Meski demikian, minat investor ritel ke depannya juga akan ditentukan oleh besaran kupon yang akan ditawarkan pemerintah.
Ia mengatakan, pemerintah juga telah menyiapkan sejumlah instrumen untuk mengantisipasi kenaikan suku bunga global. Handy menuturkan, pemerintah memiliki beberapa instrumen ritel seperti sukuk tabungan dan savings bond ritel yang memiliki karakteristik yang cocok dengan kondisi tersebut.
Umumnya, sukuk tabungan dan savings bond ritel memiliki tingkat bunga yang mengambang (floating) dan tidak dapat diperdagangkan (non tradeable).
“Menurut saya, dengan makin beragamnya instrumen obligasi dan sukuk ritel, prospek minat partisipasi masyarakat untuk membeli obligasi pemerintah akan tetap positif,” pungkasnya.
Sebelumnya, Direktur Pembiayaan Syariah DJPPR Kementerian Keuangan Dwi Irianti mengatakan pihaknya akan terus memantau perkembangan minat investor terhadap instrumen ini.
Menurutnya, pemerintah tidak menutup kemungkinan untuk menambah kuota pemesanan SR016 hingga penutupan penawaran 17 Maret mendatang. Apalagi, pekan lalu ada 1 seri sukuk ritel yang jatuh tempo, yakni SR011. "Akan terus di-upsize semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan investasi masyarakat. Kami menyiapkan hingga 25 triliun," katanya.