Bisnis.com, JAKARTA - Mata uang rupiah dibuka melemah di hadapan dolar AS pada Senin (7/3/2022) setelah pada perdagangan akhir pekan lalu ditutup menguat.
Berdasarkan data Bloomberg, mata uang Garuda dibuka melemah 0,21 persen atau 30,5 poin ke level Rp14.417 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS terbang ke level 99,03 atau naik 0,39 persen.
Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan untuk perdagangan hari ini, rupiah kemungkinan dibuka berfluktuasi namun ditutup menguat direntang Rp14.360-Rp14.410.
Ibrahim mengatakan, sentimen datang dari selera risiko investor yang turun setelah Rusia menyerang pembangkit listrik tenaga nuklir di Ukraina. PLTN ini merupakan yang terbesar dari jenisnya di Eropa.
Serangan ini mengakibatkan harga komoditas menjadi lebih tinggi dan terus menyeret ekspektasi pertumbuhan ekonomi Eropa. Hal ini mengakibatkan dolar AS juga terus menguat terhadap mata uang lainnya dalam perdagangan Jumat (4/3/2022).
Dari Amerika Serikat, Federal Reserve AS akan menaikkan suku bunga untuk pertama kalinya sejak Covid-19 dimulai. Ketua The Fed, Jerome Powell menegaskan kembali di hari kedua kesaksiannya di hadapan Kongres, bahwa ia akan mendukung kenaikan suku bunga seperempat poin dari persentase awal.
Baca Juga
Sementara dari dalam negeri, Ibrahim menjelaskan invasi Rusia ke kota-kota besar Ukraina mengakibatkan aliran modal asing yang masuk ke pasar modal terus mengalami peningkatan.
"Dalam beberapa pekan terakhir investor asing tak henti-hentinya melakukan aksi beli bersih, padahal sentimen secara global sedang memburuk akibat perang Rusia-Ukraina. Aliran modal tersebut membuat rupiah mampu bertahan dari tekanan, bahkan tren penguatan bertahan dalam minggu ini," ujar Ibrahim, Jumat (4/3/2022).
Mengutip Bloomberg, Senin (7/3/2022), Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan kembali pada Minggu waktu setempat bahwa perang akan berlanjut sampai Ukraina menerima tuntutannya dan menghentikan perlawanan. Ini meredupkan harapan untuk penyelesaian yang dirundingkan. Putin mengatakan Ukraina harus demiliterisasi.
Dalam panggilan telepon dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Putin juga mengulangi pernyataannya bahwa “operasi militer khusus” yang dia luncurkan di Ukraina pada 24 Februari akan direncanakan, menurut pernyataan Kremlin.