Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wall Street Ambruk, S&P 500 dan Dow Jones Rontok ke Level Terendah 2022

Indeks Dow Jones Industrial Average ditutup melemah 1,38 persen atau 464,85 ke 33.131,76, S&P 500 anjlok 1,84 persen atau 79,26 ke 4.225,50.
Pekerja berada di lantai Bursa Efek New York (NYSE) di New York, AS, Senin (3/1/2021). Bloomberg/Michael Nagle
Pekerja berada di lantai Bursa Efek New York (NYSE) di New York, AS, Senin (3/1/2021). Bloomberg/Michael Nagle

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Amerika Serikat melanjutkan pelemahan pada akhir perdagangan Rabu (23/22/2022) waktu setempat dengan S&P 500 dan Dow Jones yang ditutup pada level terendah sepanjang 2022.

Berdasarkan data Bloomberg, Kamis (24/2/2022), indeks Dow Jones Industrial Average ditutup melemah 1,38 persen atau 464,85 ke 33.131,76, S&P 500 anjlok 1,84 persen atau 79,26 ke 4.225,50, dan Nasdaq terperosok 2,57 persen atau 344,03 poin ke 13.037,49.

Harapan resolusi diplomatik untuk ketegangan antara Rusia dan Ukraina tampaknya memburuk minggu ini, karena Presiden Joe Biden secara terbuka menyebut langkah Rusia yang mengerahkan pasukan ke wilayah separatis Ukraina merupakan awal dari invasi Rusia di wilayah tersebut.

AS mengeluarkan sanksi tahap pertama terhadap lembaga keuangan Rusia, utang negara, dan beberapa individu penting di negara itu. Selasa (22/2/2022) malam, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken juga mengatakan dia membatalkan pertemuan dengan mitranya dari Rusia, Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov, yang seharusnya berlangsung minggu ini.

Aset berisiko turun pada Selasa karena investor mempertimbangkan implikasi pasar keuangan dari meningkatnya ancaman serangan militer dan sanksi yang lebih besar terhadap Rusia.

Ketika sekutu Eropa juga mengoordinasikan tanggapan mereka terhadap peningkatan kehadiran militer Rusia di sekitar Ukraina, Jerman menghentikan persetujuan pipa gas alam Nord Stream 2 yang akan memperdalam hubungan energi Eropa barat dengan Rusia, pengekspor gas alam terbesar di dunia.

Harga minyak mentah melonjak ke level tertinggi tujuh tahun, dan minyak mentah Brent mendekati US$100 per barel karena investor mempertimbangkan potensi sanksi terkait energi lebih lanjut terhadap Rusia, produsen minyak terbesar ketiga di dunia.

Bagi investor AS, meningkatnya kekhawatiran geopolitik juga semakin memperumit langkah selanjutnya oleh Federal Reserve, yang sejauh ini mengisyaratkan pihaknya memprioritaskan penurunan tekanan inflasi.

Meskipun investor sudah memperkirakan kenaikan suku bunga setidaknya 25 basis poin dari The Fed pada pertemuan pertengahan Maret, ketegangan antara Rusia dan Ukraina menciptakan komunikasi dan kebijakan lebih lanjut.

Jika status quo bertahan, yang akan kita lihat hanyalah dampak yang sangat terbatas pada pertumbuhan dan inflasi. Jika kita melihat invasi penuh diikuti oleh sanksi yang jauh lebih keras, maka kita akan berada di dunia yang sangat berbeda,” kata Joe Brusuelas, kepala ekonom RSM, kepada Yahoo Finance Live.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Farid Firdaus
Editor : Farid Firdaus
Sumber : Bloomberg/Yahoo Finance
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper