Bisnis.com, JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil menguat dan menembus level tertingginya pada penutupan perdagangan akhir pekan ini, Jumat (18/2/2022).
Berdasarkan data Bloomberg, IHSG ditutup menguat 0,84 persen atau 57,70 poin ke level tertingginya sepanjang masa yaitu 6.892,82. Sepanjang hari, indeks bergerak dalam rentang 6.812,36 - 6.899,41.
Pada perdagangan hari ini, tercatat total transaksi sebesar Rp12,07 triliun, dengan nilai beli bersih atau net buy investor asing sebanyak Rp799,42 miliar.
Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Roger M.M. mengatakan terdapat beberapa faktor pendukung kenaikan IHSG hingga pada hari menyentuh level tertingginya.
Menurutnya, faktor pendukung kenaikan IHSG hingga menembus level tertingginya di antaranya data-data ekonomi domestik di awal bulan Februari yang kemudian memunculkan optimisme pemulihan ekonomi.
“Beberapa faktor yang mendukung kenaikan IHSG diantaranya data-data ekonomi domestik di awal bulan Februari yang memunculkan optimisme pemulihan ekonomi,” ungkap Roger kepada Bisnis, Jumat (18/2/2022).
Baca Juga
Data ekonomi yang dimaksudnya antara lain, data indeks manufaktur Indonesia atau Purchasing Managers Index (PMI) berada pada level 53,7, kemudian inflasi tercatat 0,56 persen dan data pertumbuhan produk domestik bruto (gross domestic product/ GDP) sebesar 3,69 persen.
Selain itu, Roger juga mengungkapkan bahwa net buy investor asing pada pekan ini tercatat sekitar Rp2,2 triliun dan Rp10 triliun sepanjang bulan Februari 2022.
Selain itu, hasil laporan keuangan tahun 2021 bagi emiten-emiten kapitalisasi besar alias big caps menurutnya juga cukup bagus disertai dengan naiknya harga komoditas seperti batu bara, minyak sawit (crude palm oil/ CPO), dan minyak mentah turut mendorong kenaikan IHSG.
Terkait dengan konflik antara Rusia-Ukraina, Roger berpendapat hal tersebut sedikit banyak juga mempengaruhi IHSG karena efek dari terganggunya suplai komoditas seperti minyak, gas, dan logam salah satunya nikel.
“Hal ini bisa memicu inflasi jika konflik berkepanjangan. Sedangkan dari neraca transaksi berjalan kita mencetak surplus US$3,3 miliar dan menjadi katalis positif karena sebelumnya selalu mengalami defisit,” jelas Roger.