Bisnis.com, JAKARTA – PT Envy Technologies Indonesia Tbk. (ENVY) menjadi satu-satunya emiten dari sektor teknologi yang beresiko delisting.
Perseroan mulai tercatat di pasar modal sejak 8 Juli 2019. Namun, selang satu setengah tahun kemudian saham ENVY mulai digembok oleh Bursa Efek Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah kelangsungan usaha perseroan.
Tidak tanggung-tanggung, operator pasar modal itu memberikan empat notasi khusus sekaligus, yakni L, S, Y, dan X. L untuk keterlambatan penerbitan laporan keuangan. S karena tidak membukukan penjualan berdasarkan laporan terakhir.
Lalu Y sebab ENVY tidak menggelar RUPS Tahunan dalam jangka waktu enam bulan. Terakhir X karena efek mendapatkan perhatian khusus.
“Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka saham Perseroan telah disuspensi selama 12 bulan dan masa suspensi akan mencapai 24 bulan pada tanggal 1 Desember 2022,” tulis bursa dikutip Selasa (18/1/2022).
Mengacu pada data 28 Februari 2021, kepemilikan publik atas ENVY mencapai 93,37 persen atau setara 1,68 miliar saham. Dengan harga saham yang mentok pada level Rp50, maka dana masyarakat yang tersangkut disana mencapai Rp84,03 miliar.
Baca Juga
Keadaan semakin rumit ketika ENVY belum merealisasikan hasil dana penawaran umum sebesar Rp17,36 miliar sejak Juni 2020.
Manajemen ENVY mengatakan perseroan belum dapat menyampaikan sisa dana hasil penawaran umum yang belum direalisasikan. Pasalnya, manajemen sedang melakukan pengumpulan fakta terkait dengan seluruh hasil dana penawaran umum.
Perseroan menyatakan telah meminta bantuan auditor independen. Emiten teknologi itu berencana akan menyampaikan laporan bila seluruh data terkonfirmasi.
Sebagai informasi, emiten yang mencatatkan diri pada 8 Juli 2019 itu berhasil mengumpulkan dana IPO hingga Rp222 miliar. Setelah dikurangi biaya penawaran umum Rp11,88 miliar hasil bersih yang diterima perseroan adalah Rp210,11 miliar.
Berdasarkan prospektus ENVY, perseroan berencana menggunakan hasil dana penawaran umum untuk lima hal. Pos sistim integrasi informatika mendapatkan alokasi terbesar yaitu Rp65,97 miliar, sistem integrasi telekomunikasi Rp51,60 miliar, riset dan pengembangan Rp4,43 miliar, pembayaran utang Rp48 miliar, dan modal kerja seperti gaji dan sewa kantor Rp40 miliar.
Akan tetapi sampai dengan semester I/2020, realisasi penggunaan dana hanya mencapai Rp192,75 miliar. Pos pembayaran hutang, riset dan pengembangan serta modal kerja telah dipenuhi seluruhnya.
Sementara pos bisnis utama yaitu sistim integrasi informatika baru terealisasi Rp57,95 miliar dan sistem integrase telekomunikasi Rp42,25 miliar.