Bisnis.com, JAKARTA - Kinerja emiten farmasi BUMN berpotensi terus melompat pada tahun depan. Namun, valuasinya yang dinilai sudah terlalu tinggi menjadi tantangan bagi investor untuk mengakumulasi beli saham tersebut.
Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana menilai valuasi saham emiten farmasi BUMN ini sudah cukup mahal dibandingkan dengan emiten lain. Prospeknya menarik pada 2021 karena adanya vaksinasi.
"Pada 3 bulan terakhir harga stagnan, sempat naik karena kekhawatiran varian Covid-19 Omicron, tapi tak sebesar ekspektasi, sehingga turun sedikit," urainya kepada Bisnis, Rabu (29/12/2021)
Lebih lanjut, dia menilai pergerakan harga saham emiten farmais BUMN akan cenderung naik sedikit sesuai dengan target pendapatan yang ada.
"Namun, prospek lebih baik seiring holdingisasi dibentuk, terukur prospeknya karena fokusnya akan lebih baik, tapi sisi valuasi rata-rata dari pendapatan mereka terhadap harga rata-rata sudah relatif mahal," ujarnya.
Pengamat Pasar Modal dari Asosiasi Analis Efek Indonesia Reza Priyambada menjelaskan terkait dengan KAEF yang menargetkan pertumbuhan 20 persen, bisa jadi ada pengembangan atau proyeksi kinerja dari internal.
Baca Juga
"Meningkatnya kebutuhan akan produk-produk farmasi dan keterikatan masyarakat dengan apotik untuk obat-obat produk farmasi turut berimbas pada kinerja mereka," katanya.
Untuk kinerja yang lain, menurutnya bakal dipengaruhi oleh permintaan masyarakat terhadap produk-produk kesehatan. Apalagi meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan seiring dengan adanya berkah Covid-19.
Reza merekomendasikan beli untuk saham KAEF dengan target harga 3.200, INAF dengan target harga 2.800, dan PEHA dengan target harga 1.200.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.