Bisnis.com, JAKARTA – Emiten yang telah di-delisting oleh Bursa Efek Indonesia bisa dilikuidasi oleh Kejaksaan Agung bila tidak mampu melakukan buyback saham.
Sebagaimana diketahui, perusahaan yang masuk daftar delisting bisa keluar dari bursa. Apabila sudah melakukan pembelian saham atau buyback dari investor publik.
Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 1A OJK Luthfi Zain Fuady mengatakan dengan POJK 3/POJK.04/2021 pengganti PP 45 tahun 1995 investor ritel akan memiliki jalan keluar. Sebab, ada kemungkinan perusahaan dilikuidasi untuk bisa mengembalikan dana publik.
Dengan begitu perlindungan bagi investor akan semakin meningkat. Namun perlu ada permohonan kepailitan atau pembubaran kepada Kejaksaan RI untuk mengajukan terhadap Emiten dan Perusahaan Efek ke Pengadilan.
“Bila tidak punya uang untuk itu [buyback] maka tidak ada alasan lagi [untuk tercatat] Kejaksaan Agung punya kepentingan pembubaran,” katanya Kamis (9/12/2021).
Menurutnya setelah dilakukan likuidasi, hasil akhir dapat diberikan kepada para pemegang saham. Dengan begitu, para investor yang membeli saham dapat menerima manfaat dari perusahaan zombie itu.
Baca Juga
Lutfhi menyatakan OJK akan mendorong Kejaksaan untuk membubarkan sehingga ada perkiraan manfaat yang bisa diterima pemegang saham. DIa menegaskan emiten atau pengendali perusahaan harus bertanggung jawab atas permasalahan yang terjadi sehingga masuk daftar delisting.
Terkait waktu pemutusan pailit atau bubar, Lutfhi mengatakan emiten dan investor harus mengikuti beberapa prosedur. Selain itu, bila asset perusahaan mengalami sengketa maka proses yang dilalui akan lebih lama.
“Termasuk kalau ada asset sengketa akan menghambat prosedur, tetapi sesuai dengan aturan para pemegang saham akan mendapatkan ganti paling akhir,” pungkasnya.
Sebagai informasi, calon emiten delisting wajib melaksanakan pembelian kembali saham paling lambat 18 bulan setelah pengumuman keterbukaan informasi.
Dalam aturan tersebut disebutkan pula bahwa calon delisting bisa saja tidak melakukan buyback. Apabila terdapat pihak yang melakukan penawaran tender terhadap seluruh saham yang dimiliki oleh pemegang saham publik sehingga jumlah pemegang saham menjadi kurang dari 50 pihak.
Selain itu, pembelian kembali saham dapat dilakukan sampai jumlah melebihi 10 persen dari modal disetor oleh emiten.