Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Reksa Dana Saham Tergerus Meski IHSG Cetak Rekor Tertinggi, Mengapa?

Pada pekan ketiga November penurunan terdalam terjadi pada reksa dana saham sebesar 2,03 persen dan diikuti oleh reksa dana campuran sebesar 1,21 persen.
Karyawan melintas di dekat layar pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (29/6/2021). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Karyawan melintas di dekat layar pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (29/6/2021). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA – Reksa dana saham mengalami kinerja yang kurang baik meski secara indeks komposit telah mencapai rekor tertinggi. Ada apa dengan reksa dana saham?

Berdasarkan data Infovesta, pada pekan ketiga November penurunan terdalam terjadi pada reksa dana saham sebesar 2,03 persen dan diikuti oleh reksa dana campuran sebesar 1,21 persen.

Adapun IHSG yang mengalami pelemahan hingga 2,36 persen turut memicu koreksi tersebut. Selama sepekan, aliran dana asing di pasar saham tercatat net-buy sebesar Rp194,75 miliar dan sell-off di pasar surat utang sebesar Rp79 miliar.

Berdasarkan data Infovesta, Equity Fund Index terparkir di level 6.919. Sementara selama tahun berjalan, indeks reksa dana saham telah tumbuh 1,40 persen.  Sementara itu berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per 12 November, jumlah Nilai Aktiva Bersih mencapai Rp120,15 triliun.

Bila dibandingkan dengan akhir tahun lalu, jumlah itu turun 1,50 persen dari posisi Rp122 triliun. Adapun untuk reksa dana saham syariah terpantau naik dari posisi Rp5,81 triliun menjadi Rp6,21 triliun. Namun secara produk mengalami penurunan dari 66 unit menjadi 60 unit.

Sementara itu, reksa dana pendapatan tetap terpantau mengalami pertumbuhan dari posisi Rp133,54 triliun pada akhir tahun lalu menjadi Rp155 triliun. Dari sisi produk pun mengalami pertumbuhan 315 unit menjadi 319 unit.

Head of Investment Research Infovesta Wawan Hendrayana mengatakan dalam 5 tahun terakhir IHSG memang kalah dibanidngkan dengan indeks obligasi pemerintah.

“Hal ini karena pertumbuhan ekonomi yang melambat, terutama sejak pandemi, sementara obligasi memberikan pendapatan pasti dari kuponnya,” katanya kepada Bisnis pada Senin (29/11).

Meski demikian, Wawan menilai peminat reksa dana saham masih tetap ada. Dia berharap kinerja reksa dana saham akhir tahun ini masih bisa ditopang oleh momentum windows dressing pada Desember.

Terutama karena IHSG kembali terkoreksi dibawah 6.600 akibat kekhawatiran atas varian omicron. Menurutnya IHSG masih dapat ditutup sekitar level 6.700 pada akhir tahun.

Sementara untuk tahun depan dengan asumsi PPKM tidak diperketat akibat varian baru covid maka target pertumbuhan ihasg sekitar 10-12 persen, atau menuju ke 7400-7500.

“Reksa dana saham diperkirakan akan mengikuti. Instrumen ini adalah investasi jangka panjang, kapan saja bisa masuk dengan jangka waktu investasi minimal 5 tahun,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper