Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah menutup akhir pekan dalam pelemahan di hadapan dolar AS, lantaran dolar AS mengalami penguatan menantikan kebijakan selanjutnya dari Bank Sentral AS.
Berdasarkan data Bloomberg, Jumat (19/11/2021), mata uang Garuda melemah 12 poin atau 0,08 persen ke Rp14.232 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS terpantau menguat 0,178 poin atau 0,19 persen ke 95,72.
Pergerakan rupiah berlawanan arah dengan pasar saham, dimana IHSG berhasil mencatatkan rekor tertinggi di level 6.270 pada hari ini.
Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, dolar AS diperdagangkan lebih tinggi hari ini lantaran para pedagang berfokus pada kecepatan relatif Bank Sentral AS yang diharapkan untuk menanggapi kenaikan tingkat inflasi dengan kenaikan suku bunga.
“Federal Reserve AS saat ini mempertimbangkan kenaikan suku bunga sebelumnya karena inflasi terus meningkat dan pemulihan ekonomi dari Covid-19 berlanjut,” tulisnya dalam riset harian, Jumat (19/11/2021).
Data dari pekan sebelumnya juga menunjukkan bahwa inflasi naik ke level tertinggi dalam 30 tahun pada Oktober.
Baca Juga
Presiden Fed Chicago Charles Evans, salah satu pembuat kebijakan dovish bank sentral, mengatakan pada Kamis (18/11/2021), bahwa ia terbuka untuk mengubah kebijakan moneter pada 2022 jika inflasi terus tetap tinggi.
Evans mengatakan, kenaikan suku bunga pada 2022 bisa menjadi langkah tepat jika inflasi tinggi terus berlanjut.
Sementara itu, data pada Kamis menunjukkan bahwa 268.000 klaim pengangguran awal diajukan di AS sepanjang pekan. Meskipun mendekati level sebelum Covid-19, angka tersebut lebih tinggi dari angka 260.000 dalam perkiraan sejumlah analis.
“Kekurangan pekerja menjadi hambatan untuk pertumbuhan pekerjaan yang lebih cepat,” imbuhnya.
Di dalam negeri, Pemerintah meyakini pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan berada di atas level 5 persen pada kuartal IV/2021 dan mencapai target pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan ke depannya.
Salah satu alasan ekonomi diatas 5 persen adalah optimisme dari berbagai capaian indikator ekonomi dan pengendalian Covid-19. Selain itu momentum Indonesia yang akan menjadi Presiden G-20 pada 2022 perlu dimanfaatkan.
Perekonomian Indonesia pada kuartal III/2021 juga masih tetap tumbuh positif sebesar 3,51 persen (yoy). Pertumbuhan ini masih relatif tinggi, di tengah pembatasan mobilitas dan aktivitas (PPKM) akibat lonjakan kasus positif Covid-19 pada bulan Juli-Agustus 2021.
“Dalam jangka pendek, pandemi Covid-19 dan variannya masih menjadi tantangan utama bagi perekonomian global. Sementara, isu perubahan iklim juga menjadi tantangan bagi ekonomi global dalam jangka panjang,” tambah Ibrahim.
Untuk perdagangan pekan depan, Ibrahim memproyeksikan mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp14.220 - Rp14.260 per dolar AS.