Bisnis.com, JAKARTA - PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk. atau Mitratel yang segera menjadi perusahaan tersebuka dituntut memiliki GCG yang baik dan terlepas dari sentimen politik.
Associate Director BUMN Research Group LM FEB Universitas Indonesia Toto Pranoto menjelaskan upaya initial public offering (IPO) BUMN merupakan langkah yang baik sebagai alternatif pendanaan.
"Selama ini sebagian besar perusahaan negara lebih memilih instrumen utang sebagai sumber pembiayaan, sehingga menjadi beban berat saat terjadi krisis seperti pandemi ini, karena bunga harus tetap dibayar," jelasnya kepada Bisnis, Selasa (26/10/2021).
Sementara itu, melalui IPO, instrumen pembiayaan tersebut bersifat ekuitas bukan utang. Dengan demikian, ketika melantai di bursa menjadi hal yang baik untuk keseimbangan struktur pembiayaan BUMN.
Di samping itu, dengan menjadi perusahaan terbuka maka tuntutan good clean governance (GCG) juga semakin besar sehingga diharapkan aspek transparansi, keadilan dan akuntabilitas semakin besar di perusahaan negara tersebut. Hal ini merupakan pondasi yang baik bagi peningkatan kinerja.
Di sisi lain, Toto menilai Mitratel adalah salah satu perusahaan pengelola menara telekomunikasi terbesar di Indonesia.
Baca Juga
"IPO BUMN ini diperkirakan bisa menarik minat pasar cukup baik. Apalagi pasar juga menduga investor institusional seperti LPI akan ambil posisi di IPO Mitratel ini. Bagi Mitratel IPO ini juga alternatif yang bagus untuk financing belanja modal di masa depan," papar Toto.
Sebaliknya, Direktur Eksekutif BUMN Institute Achmad Yunus mewanti-wanti jangan sampai IPO ini ditunggangi kepentingan politik. Menurutnya, terdapat alasan ideologis memilih industri mana saja di BUMN yang dapat ditawarkan ke publik.
"Indonesia memiliki 3 pilar dalam bangunan struktur ekonomi nasional yaitu BUMN, koperasi dan swasta dimana masing-masing pilar bisa saling menopang dan menjaga pilar yang lain agar bangunan tidak ambruk," urainya.
Dia juga mengkritisi sebenarnya BUMN sudah memiliki perusahaan seperti Mitratel, yakni PT Inti (Persero). Sayangnya, bisnis PT Inti di bidang infrastruktur telekomunikasi disaingi oleh anak usaha Telkom sendiri.
"Artinya memang pemerintah tidak mengatur BUMN dengan baik dan mereka jadi saling membunuh," imbuhnya.