Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Sempat Melonjak, Hati-Hati Turun Lagi

Harga minyak WTI diprediksi akan berada dalam kisaran resisten di US$75 – US$76 per barel serta kisaran support di US$73- US$71,99 per barel.
Ilustrasi. Kapal tanker pengangkut minyak./Bloomberg
Ilustrasi. Kapal tanker pengangkut minyak./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Setelah mengalami lonjakan hingga menembus US$80 per barel, harga minyak berpotensi kembali turun ke posisi normal.

Merujuk data Bloomberg, pada perdagangan Rabu (29/9/2021) pukul 15.00 WIB harga minyak West Texas Intermediate (WTI) turun 0,72 poin atau 0,96 persen ke US$74,57 per barel dan secara year to date (ytd) harganya tercatat naik 52,78 persen.

Sementara itu, harga minyak mentah di pasar Brent pada hari yang sama tercatat turun 0,70 poin atau 0,89 persen ke US$78,39 per barel setelah pada awal perdagangan sempat menyentuh US$80 per barel. Adapun, kenaikan secara ytd sebanyak 50,41 persen.

Berdasarkan data pasokan minyak mentah AS dari American Petroleum Institute (API), yang dirilis hari ini, Rabu (29/9/2021) menunjukkan telah terjadi peningkatan sebesar 4,13 juta dan berpeluang menekan harga minyak kembali turun.

“Harga minyak berpeluang dijual siang ini menguji level support US$72,75 selama harga tidak mampu menembus level resisten US$74.35,” tulis tim riset Monex Investindo Futures (MIFX) dalam riset harian, Tabu (27/9/2021).

Namun, jika harga minyak berhasil naik lebih tinggi dari level resisten tersebut, harga minyak berpeluang dibeli menguji level resisten selanjutnya di posisi US$74,85 per barel.

Sementara itu, tim riset Indonesia Commodity and Derivative Exchange (ICDX) menyebutkan meskipun terjadi lonjakan pasokan di AS, proyeksi positif pertumbuhan permintaan bahan bakar global masih memberikan dukungan pada pasar minyak dan membatasi penurunan harga lebih lanjut.

Energy Information Agendy (EIA) mengungkap, harga minyak mentah global pada Selasa (28/9/2021) melewati level US$80 per barel untuk pertama kalinya dalam hampir tiga tahun, memicu kekhawatiran akan kenaikan harga bensin di AS yang pada musim panas ini telah mencapai level tertinggi sejak 2014.

Hal ini membuat pihak Gedung Putih segera menghubungi OPEC untuk mencari upaya agar dapat menstabilkan harga minyak serta menurunkan harga gas saat ini.

Sebelumnya AS pernah meminta OPEC agar memompa lebih banyak minyak untuk menurunkan harga, namun di sisi lain hal tersebut akan bertentangan dengan target emisi nol bersih yang saat ini sedang diupayakan secara global.

Dalam laporan Outlook Minyak Dunia yang dirilis hari Selasa, OPEC memperkirakan konsumsi bahan bakar global akan pulih sepenuhnya dari kemerosotan atau naik di atas 100 juta bph pada 2023, dan akan terus tumbuh hingga mencapai puncaknya di level 107,9 juta bph pada 2035 nanti.

OPEC juga menambahkan bahwa masih ada keraguan besar akan komitmen mitigasi iklim melalui pengurangan bahan bakar berbasis fosil dan meningkatkan penggunaan energi terbarukan dapat berjalan sesuai kerangka waktu yang ditargetkan oleh PBB.

OPEC mengungkapkan meski terus menunjukkan peningkatan, namun energi terbarukan diproyeksikan hanya akan menyumbang sekitar 10 persen dari kebutuhan energi dunia pada 2045.

Melihat dari sudut pandang teknis, ICDX memproyeksikan harga minyak akan berada dalam kisaran resisten di US$75 – US$76 per barel serta kisaran support di US$73- US$71,99 per barel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper