Bisnis.com, JAKARTA - Aktivitas di bursa saham tak melulu mengenai euforia pencatatan saham baru lewat aksi penawaran umum, tetapi juga delisting.
Pada kondisi tertentu, perusahaan yang sudah menjadi perusahaan terbuka dapat menarik diri dari lantai bursa dengan menghapus pencatatan sahamnya. Hal ini biasanya dikenal dengan istilah delisting.
Berdasarkan Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta No. Kep-308/BEJ/07-2004 tentang Peraturan Nomor I-I tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa, delisting dapat dilakukan baik secara sukarela (voluntarily) maupun terpaksa (forced).
“Delisting atas suatu saham dari daftar efek yang tercatat di bursa dapat terjadi karena permohonan delisting saham yang diajukan oleh perusahaan tercatat bersangkutan, dihapus pencatatan sahamnya oleh bursa sesuai dengan ketentuan III.3 Peraturan ini,” tulis beleid tersebut.
Secara sederhana, saham yang telah dihapus pencatatatnnya dari Bursa Efek Indonesia nantinya tidak akan dapat lagi diperdagangkan di pasar modal.
Untuk delisting sukarela dapat dilakukan oleh perusahaan publik yang sudah menjadi perusahaan tercatat di BEI setidaknya selama 5 tahun. Emiten itu diwajibkan memperoleh persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebelum melakukan aksi go private.
Baca Juga
Perusahaan tercatat wajib membeli saham (buyback) dari pemegang sahamnya yang tidak menyetujui keputusan RUPS pada harga tertentu.
Dalam proses itu, bursa akan melakukan suspensi atau penghentian perdagangan saham emiten yang mengajukan delisting.
Selanjutnya delisting akan efektif apabila emiten sudah memenuhi seluruh kewajibannya kepada bursa, membayar biaya delisting sebesar 2 kali biaya pencatatan efek tahunan terakhir, dan bursa akan mengumumkan persetujuan delisting tersebut.
Sedangkan delisting paksa terjadi apabila perusahaan tercatat mengalami kondisi atau peristiwa, yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha.
Kondisi yang mengganggu tersebut baik secara finansial maupun secara hukum dan perusahaan tercatat itu tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.
Selain itu, emiten juga dipastikan bakal terdepak dari lantai bursa apabila sahamnya disuspensi di pasar reguler dan pasar tunai sekurang-kurangnya 24 bulan terakhir.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per pekan kedua September 2021, terdapat 1 perusahaan yang di-delisting sejak awal tahun. Jumlah ini lebih sedikit dibandingkan 6 perusahaan delisting pada periode yang sama tahun lalu.