Bisnis.com, JAKARTA — Kinerja indeks LQ45 kembali tumbuh positif secara bulanan sebesar 5,28% pada Agustus 2021. Kenaikan ini merupakan yang kedua kali sejak Februari 2021 saat indeks LQ45 naik 3,59%.
Hal ini membangkitkan optimisme pelaku pasar terhadap prospek kinerja ekonomi Indonesia mendorong aksi beli yang lebih besar pada saham-saham blue chip anggota indeks LQ45 di pasar sehingga mendorong kinerja indeks itu perlahan makin membaik.
Berita mengenai pulihnya optimisme pelaku pasar terhadap prospek kinerja ekonomi Indonesia menjadi salah satu ulasan yang diangkat dan menjadi salah satu pilihan Bisnisindonesia.id selain berita pelemahan dolar AS, .
Berikut ini ringkasan berita-berita yang tersaji di laman Bisnisindonesia.id, Senin (27//9/2021).
1. Pulihnya Pesona LQ45 di Tengah Harapan Perbaikan Kinerja Ekonomi
Pulihnya optimisme pelaku pasar terhadap prospek kinerja ekonomi Indonesia mendorong aksi beli yang lebih besar pada saham-saham blue chip anggota indeks LQ45 di pasar sehingga mendorong kinerja indeks itu perlahan makin membaik.
Berdasarkan data Bloomberg, kinerja indeks LQ45 kembali tumbuh positif secara bulanan sebesar 5,28% pada Agustus 2021. Kenaikan ini merupakan yang kedua kali sejak Februari 2021 saat indeks LQ45 naik 3,59%. Penurunan kinerja indeks LQ45 terjadi pada Juni 2021 sebesar 4,93% dan Maret sebesar 4,44%.
Secara kumulatif sejak awal tahun hingga Jumat (24/9), indeks LQ45 masih melemah 7,34%. Posisi ini underperform terhadap IHSG yang menguat 2,77% dan indeks IDX SMC Composite yang melesat 17,10%.
Dilihat dari konstituennya, saham PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) menjadi motor pendorong utama kenaikan indeks LQ45 dalam periode tiga bulan terakhir. Terpantau, saham BBCA menguat 5,70%.
Selanjutnya saham PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk dan saham PT Astra International Tbk. (ASII) turut menambah daya dengan kenaikan masing-masing 5,64% dan 4,46% pada periode yang sama. Namun, saham dari emiten terkait pertambangan terpantau berada di jejeran paling atas top gainers di indeks LQ45.
2. Dolar AS Melemah, Rupiah Ikut Tergelincir
Nilai tukar rupiah bergerak melemah pada awal perdagangan Senin (27/9/2021), padahal dolar Amerika Serikat tengah menurun.
Berdasarkan data Bloomberg yang dikutip dari bisnis.com, rupiah terkoreksi 2,5 poin atau 0,02 persen ke posisi Rp14.260 per dolar AS. Adapun indeks dolar AS mencatatkan penurunan 0,12 persen ke 93,214.
Di sisi lain, mata uang Asia lainnya terpantau bervariasi dengan mayoritas mengalami penguatan pada pukul 09.10 WIB. Seperti yen Jepang yang menguat 0,08 persen. Kemudian, yuan China naik 0,17 persen, ringgit Malaysia melejit 0,12 persen, baht Thailand menanjak 0,19 persen, dan won Korea Selatan bertambah 0,11 persen.
Seorang ekonom menilai bahwa salah satu sentimen penekan pergerakan rupiah hari ini adalah munculnya varian baru Covid-19 yang dibarengi dengan gelombang penyebaran di negara-negara seperti Singapura dan India.
Apabila lonjakan kasus ini tidak tertangani secara tepat, dia menilai, bakal ada potensi perubahan skenario pemulihan ekonomi global. Apalagi, kedua negara tersebut juga merupakan mitra dagang utama Indonesia.
3. Daerah Kembangkan Infrastruktur, Pembebasan Lahan Dikebut
Pemerintah daerah menargetkan penyelesaian sejumlah agenda pembebasan lahan untuk pembangunan proyek infrastruktur menjelang akhir tahun dengan menggunakan anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengalokasikan anggaran Rp1 triliun untuk pembebasan lahan dalam rangka normalisasi sungai dan waduk guna mencegah banjir. Pembebasan lahan masih menunggu penyelesaian peta bidang untuk mengukur lahan yang dimiliki warga oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
Sementara itu, Pemerintah Provinsi Sumatra Selatan mengalokasikan dana senilai Rp24 miliar yang merupakan dana tambahan yang sudah dianggarkan dalam APBD-P guna pembebasan lahan untuk pembangunan jalan layang Simpang Sekip, Kota Palembang.
Sementara itu, pemerintah pusat terus mendorong optimalisasi penyerapan APBD oleh pemda mengingat masih banyak daerah yang belanjanya belum optimal.
Sebanyak 33 provinsi di Indonesia tercatat belum membelanjakan anggarannya dengan optimal. Hanya Provinsi Jawa Tengah yang realisasi belanjanya lebih tinggi dari realisasi pendapatan.
4. 3 Tahun Izin Berlayar Feri di Tangan Hubdat, SDM Harus Dibenahi
Sekalipun mampu menyederhanakan birokrasi, pengalihan sebagian kewenangan Ditjen Perhubungan Laut mengatur angkutan penyeberangan kepada Ditjen Perhubungan Darat (Hubdat) yang sudah berlangsung tiga tahun perlu diikuti dengan sumber daya manusia yang mumpuni.
Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mengatakan bahwa pemerintah wajib membuat regulasi yang mengatur orang-orang yang kompeten karena menyangkut dengan keselamatan pelayaran.
MTI mengusulkan jalan keluar masalah ini adalah matra transportasi sungai, darat, dan penyeberangan digabungkan menjadi Dinas Transportasi Perairan. Usulan lainnya, Ditjen Hubdat perlu meminjam SDM Ditjen Perhubungan Laut selama SDM Ditjen Hubdat belum memadai. Apalagi, mempelajari aturan Organisasi Maritim Internasional (IMO) membutuhkan waktu panjang.
Dirjen Hubdat Kemenhub Budi Setiyadi mengakui pengalihan fungsi menjadi tantangan tersendiri bagi Ditjen Perhubungan Darat untuk mempersiapkan sarana, prasarana, regulasi, SDM, dan kelembagaan.
Pihaknya juga meminta peran serta semua pihak di lingkungan Ditjen HUbdat, khususnya Direktorat Transportasi Sungai, Danau, dan Penyeberangan (TSDP) untuk saling bekerja sama dalam percepatan pelaksanaan fungsi keselamatan dan keamanan TSDP agar dapat dilaksanakan sepenuhnya serta masyarakat dapat merasakan manfaatnya.
5. Menanti Keseriusan Pemerintah Mengoptimalkan Panas Bumi
Pemanfaatan panas bumi sebagai sumber energi pembangkit listrik di Indonesia masih rendah meski potensi yang dimiliki mencapai sekitar 40% dari total sumber energi itu yang ada di dunia. Pemerintah pun dinilai terlambat mengoptimalkan potensi energi hijau tersebut.
Berdasarkan kajian Think Geo Energy pada 2020, Indonesia menempati posisi kedua dengan sumber daya panas bumi terbesar di dunia, dengan potensi mencapai 23,76 gigawatt (GW).
Besarnya potensi panas bumi itu tidak lepas dari letak geografi Indonesia yang berada di dekat cincin api atau ring of fire. Selain itu, potensi energi tersebut juga terdapat di wilayah nonvulkanik meski daya yang dimilikinya lebih rendah dibandingkan dengan di daerah vulkanik.
Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM mencatat, saat ini ada 16 pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) di Indonesia dengan total kapasitas terpasang mencapai 2.275 MW.
Dari total pembangkit listrik tersebut, PT Pertamina Geothermal Energi mengelola enam pembangkit listrik tenaga panas bumi, sedangkan sisanya dikelola oleh PT Geo Dipa Energi, PT Supreme Energi Muara, PT Sorik Marapi, Sarulla Operation Ltd, Star Energy Geothermal, dan PT PLN (Persero).