Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Prospek Pendapatan MEDC dan PGAS Dibayangi Dinamika Pasokan Gas

Prospek kinerja Medco (MEDC) dan PGN (PGAS) dibayangi oleh insiden kurangnya pasokan gas.
Ilustrasi infrastruktur pipa gas PGN/Dok. PGN
Ilustrasi infrastruktur pipa gas PGN/Dok. PGN

Bisnis.com, JAKARTA – Prospek pendapatan PT Medco Energi Internasional Tbk. (MEDC) dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk. atau PGN (PGAS) pada tahun ini diproyeksi menghadapi tantangan akibat terjadinya penurunan pasokan gas baru-baru ini. 

Seperti diketahui, PGN mengumumkan adanya penurunan penyaluran gas pada Agustus 2025 oleh pemasok gas atau kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) hulu migas yang membuat pengaliran gas ke pelanggan di wilayah Jawa Barat dan Sumatra terkendala.

Sebagai solusi, pemerintah melalui Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengalihkan kuota ekspor gas MEDC sebesar 27 billion British thermal units per day (BBtud) dari West Natuna Gas Supply Group ke PGN. 

Senior Investment Information Team Mirae Asset, Adityo Nugroho mengatakan kondisi tersebut akan memangkas keuntungan yang diperoleh MEDC karena gas untuk program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang disalurkan PGN harganya lebih murah.

"Karena HGBT bisa jadi lebih murah untuk [dibandingkan] ekspor. Harga HGBT US$6,5 sampai US$7 per MMBTU. Jadi kalau ekspor lebih tinggi harganya. Itu akan membuat kerugian sementara buat Medco," kata Adityo dalam Morning Meeting, Senin (25/8/2025).

Sementara bagi PGN, Adityo menilai adanya hambatan suplai gas juga akan memangkas pendapatan perseroan karena harus menutupnya dengan regasifikasi, alias mengubah gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) menjadi gas. Proses ini notabene butuh cost yang lebih besar.

"Kemarin sempat ada penurunan suplai gas, mereka harus tutup dengan regasifikasi, harganya lebih mahal. Ini proses gas cair diubah ke gas, ini ongkos lebih mahal, harga tinggi, dan pembeli gas mengalami kenaikan beban," tegasnya.

Merujuk laporan keuangan PGAS dalam kuartal I/2025, perseroan membukukan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$62,02 juta. Angka itu terpangkas 48,80% YoY dibanding laba bersih US$121,14 juta pada triwulan I/204.

Research Analyst MNC Sekuritas, Christian Sitorus menilai penurunan laba bersih tersebut disebabkan oleh kerugian nilai tukar dan peningkatan biaya pendapatan yang berasal dari berkurangnya pasokan dan ketergantungan pada regasifikasi LNG untuk mengatasi kekurangan pasokan.

"Kami mengantisipasi estimasi kinerja yang relatif lesu sepanjang 2025 terbebani oleh hambatan ekonomi makro dan tantangan operasional yang timbul dari proyeksi penurunan pasokan gas," tulisnya dalam riset, dikutip Senin (25/8/2025).

MNC Sekuritas memproyeksi laba bersih PGAS di akhir 2025 akan mencapai US$281,6 juta. Estimasi tersebut lebih rendah dibanding laba bersih pada 2024 sebesar US$339,4 juta. Sementara itu, estimasi laba bersih PGAS pada 2026 ditaksir mencapai US$306 juta, tetap belum melampaui kinerja 2024.

Sebenarnya, pendapatan PGAS dalam 3 bulan pertama 2025 mampu tumbuh 1,81% YoY menjadi US$966,56 juta. Namun, di saat yang sama PGAS menanggung beban pokok pendapatan yang naik 11,98% YoY menjadi US$ 825,95 juta.

Dalam forecast-nya, MNC Sekuritas memprediksi pendapatan PGAS pada akhir 2025 mencapai US$3,92 miliar, melampaui pendapatan 2024 sebesar US$3,78 miliar. Selanjutnya, untuk 2026 pendapatan PGAS ditaksir mencapai US$4,13 miliar.

Meskipun pendapatan diproyeksi meningkat, seiring dengan beban yang melesat MNC Sekuritas mengestimasi laba kotor PGAS untuk tahun buku 2025 akan terpangkas 3,1% YoY menjadi US$733,8 juta, dibanding laba kotor 2024 sebesar US$757,4 juta. Namun, laba kotor ini diproyeksi akan membaik menjadi US$769,4 juta pada 2026.

"Penurunan sementara ini terutama disebabkan oleh peningkatan beban pokok pendapatan, yang didorong oleh penurunan pasokan sekitar 50% dari Blok Corridor. Untuk memitigasi kekurangan ini, perusahaan berencana untuk beralih ke pemanfaatan regasifikasi LNG yang lebih besar, meskipun alternatif ini memiliki struktur biaya yang lebih tinggi," tandasnya.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro