Bisnis.com, JAKARTA – Kinerja PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) belum menunjukkan tanda-tanda meredup. TLKM juga banyak melakukan aksi korporasi lewat anak-anak usahanya di bidang modal ventura dan pusat data, bisnis utama perseroan tetap kukuh sepanjang semester I/2021.
Berdasarkan laporan keuangan yang rilis pada Selasa (31/8/2021), TLKM melaporkan bahwa laba mereka menyentuh Rp12,45 triliun per Juni 2021, alias tumbuh 13,3 persen secara year-on-year (yoy) dari rapor Rp10,98 triliun. Margin laba usaha pun menanjak dari posisi 33,28 persen menjadi 33,98 persen.
Di sisi lain, analis BRI Danareksa Sekuritas Niko Margaronis menyinggung bahwa pada paruh kedua 2021, TLKM akan kecipratan pendapatan berlebih dari sejumlah kolaborasi startup yang mereka suntik dengan bisnis inti perseroan.
Berita selengkapnya, klik di sini.
PT Pyridam Farma Tbk. (PYFA) kembali melakukan manuver penting. Pekan lalu, emiten yang bergerak di bisnis farmasi tersebut mengumumkan rencana mereka untuk mengakuisisi seluruh saham PT Holi Pharma.
Bermarkas di Cimahi, Jawa Barat, Holi Pharma adalah salah satu perusahaan produsen tablet, cairan oral, kapsul, hingga salep, baik yang bersifat antibiotik maupun non-antibiotik.
Berita selengkapnya, klik di sini.
Perusahaan yang sebagian sahamnya dimiliki oleh Anthoni Salim yakni PT Indoritel Makmur Internasional Tbk. (DNET) terus berupaya memacu bisnisnya di sektor telekomunikasi, selain bisnisnya di bidang ritel modern.
Indoritel dalam hal ini memacu bisnis pita lebar dengan mengalokasikan mayoritas belanja modal atau capital expenditure (capex) untuk FiberStar, seiring dengan peningkatan permintaan serat fiber optik di tengah pandemi Covid-19.
Berita selengkapnya, klik di sini.
Dalam sebulan terakhir, investor asing terpantau memborong saham-saham di Bursa Efek Indonesia (BEI). Tercatat, pemodal dari luar negeri mencetak net buy atau beli bersih Rp4,46 triliun di seluruh pasar.
Memasuki September 2021, data yang dihimpun Bisnis melalui Bloomberg menunjukkan ratusan saham masih diperdagangkan dengan price earning ratio (PER) di bawah 10 kali.
PER atau rasio harga saham terhadap laba bersih menjadi salah satu valuasi yang paling populer untuk mengukur mahal atau murahnya suatu saham. Secara sederhana, makin rendah PER maka valuasi dianggap murah.
Berita selengkapnya, klik di sini.
Sejumlah perusahaan rintisan (startup) asal Indonesia dikabarkan bersiap untuk melantai ke bursa saham domestik maupun luar negeri.
Aksi penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) tersebut nantinya diperkirakan diwarnai sejumlah sentimen positif.
Berita selengkapnya, klik di sini.