Bisnis.com, JAKARTA – Kelanjutan pembagian beban (burden sharing) antara Bank Indonesia (BI) dan pemerintah belum akan menimbulkan dampak signifikan dalam jangka pendek ke pasar obligasi. Efektivitas dan manajemen risiko dari pembiayaan utang ini menjadi kunci dalam meningkatkan minat investor ke depannya.
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto menyebutkan, perpanjangan kebijakan burden sharing antara pemerintah dengan Bank Indonesia memang wajar dilakukan. Hal ini mengingat kebutuhan utang pemerintah Indonesia yang cukup banyak untuk membiayai pemulihan ekonomi nasional.
“Di sisi lain, BI juga kini diperbolehkan masuk ke pasar primer setelah terjadinya pandemi. Hal ini akan mempermudah pemerintah dalam mencapai target pembiayaan utangnya,” jelasnya saat dihubungi pada Selasa (24/8/2021).
Kendati demikian, Ramdhan mengatakan kebijakan ini tidak akan menimbulkan dampak signifikan untuk kondisi pasar Surat Berharga Negara (SBN) ataupun pergerakan imbal hasil (yield) dalam jangka pendek. Menurutnya, pelaku pasar melihat kebijakan ini akan meningkatkan jumlah outstanding SBN Indonesia.
Pelaku pasar akan lebih memilih untuk mencermati efektivitas pembiayaan utang yang dilakukan dari kelanjutan burden sharing. Selain itu, manajemen risiko pengelolaan utang-utang SBN yang semakin besar akan berimbas pada persepsi risiko pasar obligasi Indonesia dalam jangka panjang.
Menurut Ramdhan, pemerintah harus mampu menghasilkan nilai tambah berupa pertumbuhan ekonomi dari kelanjutan kebijakan ini. Hal ini akan meningkatkan keyakinan investor terhadap kondisi makro ekonomi dan juga pasar SBN Indonesia.
Baca Juga
“Pemerintah harus menjaga Indikator penting seperti rasio utang terhadap produk domestik bruto (PBD) di level yang optimal. Dengan demikian, nantinya keyakinan investor, terutama yang asing, akan menguat,” jelasnya.
Sebelumnya, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk melanjutkan pembagian beban atau burden sharing pada 2021 dan 2022.
Kesepakatan tersebut tertuang dalam Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur BI tentang Skema dan Mekanisme Koordinasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia dalam rangka Pembiayaan Penanganan Kesehatan dan Kemanusiaan Guna Penanganan Dampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19 Melalui Pembelian di Pasar perdana oleh BI Atas Surat Utang Negara dan/atau Surat Berharga Syariah Negara yang diterbitkan Pemerintah (atau disebut SKB III).
Dalam kesepakatan tersebut, BI akan melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp215 triliun di 2021 dan Rp224 triliun di 2022.