Bisnis.com, JAKARTA- Gas sebagai sumber energi alternatif ramah lingkungan ternyata membutuhkan alur produksi dan distribusi berliku hingga dapat dinikmati para konsumen. Keandalan sistem distribusi merupakan kunci agar gas bisa sampai kepada pengguna di hilir secara aman.
Sebagai salah satu upaya mengurangi emisi karbon, pemanfaatan gas kini sudah meluas. Seiring dengan hal tersebut, sistem transportasi pengangkutan gas seperti Liquefied Natural Gas (LNG) tidaklah mudah, harus memenuhi sisi keamanan serta penggunaan kapal berteknologi mutakhir.
Hingga saat ini, banyak operator transportasi LNG tersebut merupakan pemain asing. Hanya sedikit operator lokal yang mumpuni dan dipercaya menangkut LNG.
Salah satu operator lokal yang diandalkan dalam transportasi LNG itu adalah PT GTS International (GTSI). Perusahaan yang merupakan bagian dari Grup Humpuss ini telah memiliki teknologi dan kru berkualitas setara operator transportasi LNG asing.
Di sisi lain, bisnis transportasi LNG domestik mulai bergeliat sejak 2015, ketika GTSI berpartisipasi dalam proyek LNG Benoa. Setahun kemudian, GTSI pun berpartisipasi dalam proyek FSRU Jawa Satu dimana GTSI memiliki saham sebesar 25%, dan sejak saat itu perusahaan itu terus berpartisipasi menyuplai kebutuhan LNG beskala kecil ke berbagai daerah, dengan kapal-kapal kecil yang mampu menjelajahi perairan dangkal berkedalaman 10 meter.
Menariknya, kapal LNG dan FSRU dioperasikan oleh 100% kru kapal yang merupakan anak bangsa Indonesia yang berpengalaman dengan kemampuan taraf internasional. Capaian ini dinilai membanggakan mengingat operator kapal LNG lain mayoritas masih menggunakan tenaga asing.
“Kami bangga bahwa anak bangsa sudah menunjukkan kualifikasi dan kemampuan mengoperasikan kapal LNG yang tingkat safety dan berteknologi tinggi, agar LNG yang dibawa benar-benar terangkut dengan aman. Kemampuan kru asal Indonesia memperoleh apresiasi dari Mitsui O.S.K Lines Ltd untuk Master dan Kepala Kamar Mesin, melampaui para kru dari Eropa, dan Asia lainnya,” papar Dandun Widodo, Direktur PT GTSI.
Ke depan, bisnis transportasi LNG beserta infrastruktur pendukungnya sangat menjanjikan. Saat ini, kebutuhan LNG paling banyak diserap pembangkit listrik PLN grup sebagai bagian dari upaya meningkatkan penggunaan energi bersih. Di samping itu, ada juga beberapa pengguna lain seperti di industri baik besar maupun kecil, seperti perhotelan.
Dandun memberikan gambaran bahwa kebutuhan PLN akan LNG yang harus disalurkan. Misalkan, LNG yang bersumber dari Tangguh di Bintuni, Papua Barat, harus harus dikapalkan sekitar 40-60 kargo standar per tahun untuk kebutuhan domestik di mana 1 kargo standar sekitar 125.000-130.000 meter kubik. Selain itu masih ada alokasi LNG yang berasal dari Bontang sekitar 15-20 kargo standar per tahun di mana GTSI berperan aktif dalam penyalurannya.
LNG itu dikapalkan ke FSRU (Floating Storage Regasification Unit) untuk mengubah LNG cair menjadi gas sebelum disalurkan ke pembangkit listrik di Teluk Jakarta, dan Lampung serta ke terminal LNG Arun di Aceh. GTSI, tuturnya, juga menyalurkan kargo LNG dari Bontang ke FSRU di Benoa serta ke Amurang, di Sulawesi Utara.
“Saat ini, GTSI memiliki dan mengoperasikan 2 kapal LNG yakni Ekaputra 1 danTriputra serta 2 FSRU yaitu FSRU Amurang dan FSRU Jawa Satu,” jelasnya.