Bisnis.com, JAKARTA — Saham emiten-emiten produsen rokok seperti PT Gudang Garam Tbk. (GGRM), PT HM Sampoerna Tbk. (HMSP), PT Indonesian Tobacco Tbk. (ITIC), hingga PT Wismilak Inti Makmur Tbk. (WIIM) kompak terkoreksi usai pengumuman nota keuangan dan RAPBN 2022, Senin (16/8/2021).
Situasi tersebut salah satunya didorong pernyataan yang sempat dilontarkan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers pada hari yang sama.
1. Saham Rokok (GGRM, HMSP, ITIC, WIIM) Rontok Setelah RAPBN 2022 Dibacakan, Ada Apa?
Secara spesifik, Sri Mulyani menyebut bahwa menaikkan tarif cukai merupakan salah satu opsi yang bakal dijajal negara untuk meningkatkan penerimaan pajak tahun depan.
Pajak cukai memang jadi isu yang sangat penting bagi produsen rokok di atas. Sebab, tinggi rendahnya biaya potongan itu mempengaruhi seberapa kuat margin laba yang bisa dibukukan.
Terbukti, sepanjang paruh pertama tahun ini, pemberlakuan tarif cukai baru 2021 saja juga sudah menggerus laba deretan emiten rokok kendati di saat yang sama penjualan masih tumbuh.
Pembahasan lanjutannya dapat Anda baca di sini.
Lo Kheng Hong berpose di depan dinding berisi kutipan Chairman MNC Group Hary Tanoesoedibjo./Istimewa
2. Diam-diam Lo Kheng Hong Borong Saham BMTR & MBSS
Sikap optimistis di kala pasar sedang pesimistis, yang kerap dijadikan salah satu jargon oleh para perencana investasi, rupanya turut dijadikan pegangan pula oleh investor veteran Lo Kheng Hong.
Buktinya lima hari terakhir, ketika Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) telah menunjukkan grafik negatif dan harga sebagian besar saham terkoreksi, Pak Lo justru sibuk mempertebal porsi kepemilikan sahamnya di beberapa perusahaan.
Dua di antara setumpuk saham tersebut, atau setidaknya yang bisa diketahui oleh publik, adalah saham PT Global Mediacim Tbk. (BMTR) dan PT Mitrabahtera Segara Sejati Tbk. (MBSS).
Detail tentang manuver Lo Kheng Hong sejak awal pekan ini kami bahas di sini.
Pekerja memanen kelapa sawit di Desa Rangkasbitung Timur, Lebak, Banten, Selasa (22/9/2020)./ANTARA FOTO-Muhammad Bagus Khoirunas
3. Sinyal Hijau dari Negeri Anak Benua untuk Emiten CPO
Perusahaan-perusahaan perkebunan, khususnya pemasok CPO di Indonesia seolah tak pernah kehilangan katalis positif.
Setelah diguyur tren kenaikan harga sejak awal tahun, kini perusahaan-perusahaan seperti PT Astra Agro Lestari Tbk. (AALI), PT PP London Sumatera Tbk. (LSIP), PT Dharma Satya Nusantara Tbk. (DSNG), PT Provident Agro Tbk. (PALM) dan lain-lain berpotensi kebanjiran orderan dari India.
Importir CPO Negeri Anak Benua belakangan semakin kepincut dengan suplai asal Indonesia karena harganya yang cenderung lebih bersahabat dibanding pasokan negara lain. Ini bisa terjadi karena pemerintah Indonesia telah menerapkan penyesuaian batas tarif ekspor cukai sejak akhir Juni lalu.
Kinerja emiten-emiten CPO pun diprediksi para pakar dan analis masih dalam tren menanjak sampai akhir tahun.
Pembahasannya dapat dibaca artikel ini.
RS Mitra Keluarga Bintaro, salah satu rumah sakit yang dikelola PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk. (MIKA)./Dok. Mitra Keluarga
4. Nasib Saham Emiten Laboratorium dan Rumah Sakit Usai Pemangkasan Harga PCR
Keputusan pemerintah menurunkan batas atas harga tes PCR Covid-19 di dalam negeri menjadi kabar baik bagi masyarakat Indonesia. Kebijakan yang resmi diumumkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada Senin (16/8), berpotensi mendorong tingkat tracing atau pengetesan sampel Covid-19.
Namun, di sisi lain, kebijakan tersebut juga memunculkan kekhawatiran terutama di kalangan investor yang berinvestasi di saham emiten-emiten pengelola rumah sakit dan laboratorium. Sebab, kebijakan penyesuaian batas harga tes PCR otomatis bakal menggerus margin laba rumah sakit dan laboratorium.
Ulasan lanjutan mengenai kondisi tersebut telah dibahas di sini.