Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) meminta agar pengawasan terhadap para emiten yang menghadapi krisis diperketat. Selain itu, bantuan mempermudah jalan restrukturisasi keuangan pun sangat dibutuhkan.
Anggota Dewan Kehormatan Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Theo Lekatompessy mengungkapkan sejumlah tantangan masih mewarnai usia 44 tahun Bursa Efek Indonesia (BEI). Apalagi, Indonesia masih dibayangi pandemi Covid-19 yang berimbas terhadap kinerja sejumlah sektor.
Secara sektoral, terdapat berbagai emiten yang menghadapi krisis di tengah ingar bingar ciamiknya sektor teknologi. Ambil contoh sektor terkait perjalanan maupun sektor tekstil.
"Sektor-sektor yang sudah lama, sektor tekstil seperti Sritex, itu mengalami krisis. Sebelumnya, sektor-sektor yang sudah terkena non emiten di asuransi seperti Asabri dan Jasindo, kasihan saja," urainya kepada Bisnis, Senin (9/8/2021).
Dengan demikian, dia meminta agar OJK mengontrol dan mengawasi pasar modal tidak secara keseluruhan lagi saja. Perlu juga melihat secara sektoral terutama yang saat ini tengah menghadapi krisis.
Perlu ada kebijakan khusus terutama pada sektor-sektor tersebut, seperti kebijakan pengawasan yang lebih diperketat dengan mengadakan paparan publik lebih sering per semester atau per kuartal.
Baca Juga
Selain itu, relaksasi untuk restrukturisasi keuangannya pun perlu dibuat khusus tidak hanya 1 tahun seperti POJK yang berlaku saat ini. Dengan begitu, sektor yang tengah krisis ini dapat terselamatkan dan kembali bertumbuh.
Dia menyebut kedatangan emiten-emiten baru alias IPO tidak merata, karena kebanyakan investor strategis yang mengumpulkan dana dengan ukuran kecil.
"Sebanyak Rp21,9 triliun hanya satu saja dari BUKA, sisanya yang IPO itu dicampur semuanya bisa hanya Rp4 triliun. Kebanyakan investor strategis, BUKA jadi mayoritas pertumbuhan kue saat ini," paparnya.
Selain itu, mayoritas investor millenials yang masuk menjadi pertanyaan pula dari sisi keberlanjutan. Hal ini karena sumber dananya yang masih belum stabil.