Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kurs Jisdor Melemah, Ditutup di Level Rp14.378

Kurs Jisdor melemah 9 poin atau 0,06 persen dari posisi Jumat (6/8/2021) Rp14.369 per dolar AS.
Karyawan menghitung mata uang rupiah di salah satu cabang MNC Bank, Jakarta. Bisnis/Abdullah Azzam
Karyawan menghitung mata uang rupiah di salah satu cabang MNC Bank, Jakarta. Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA – Kurs rupiah terpantau melemah berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) pada hari ini, Senin (9/8/2021). 

Data yang diterbitkan Bank Indonesia hari ini menempatkan kurs referensi Jisdor di level Rp14.378 per dolar AS, melemah 9 poin atau 0,06 persen dari posisi Jumat (6/8/2021) Rp14.369 per dolar AS.

Selain itu, berdasarkan data Bloomberg, rupiah juga ditutup turun 0,07 persen atau 10 poin menjadi Rp14.362,5 per dolar AS. Indeks dolar AS juga terpantau melemah 0,01 persen ke level 92,7910 pada pukul 15.41 WIB. 

Sebelumnya VP Economist Bank Permata Josua Pardede mengatakan, nilai tukar rupiah akan cenderung bergerak melemah terbatas pada Senin (9/8/2021) pekan depan. Hal ini terjadi seiring dengan proyeksi data non-farm payroll (NFP) AS yang diproyeksi lebih tinggi dari perkiraan.

Josua memaparkan, kenaikan NFP diperkirakan kembali mendorong ekspektasi percepatan proses tapering dari The Fed. Hal ini berpotensi meningkatkan permintaan terhadap dolar AS.

Penguatan dolar AS juga ditopang oleh rilis data inflasi AS pada pertengahan minggu depan. Meski demikian, bila indikator AS lebih buruk dibandingkan ekspektasi, maka pergerakan dolar akan cenderung berbalik arah.

Sementara itu, Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi menjelaskan penguatan dolar AS terjadi karena investor menantikan laporan ketenagakerjaan di AS.

Data tersebut dinilai dapat mengindikasikan AS bakal memperketat kebijakan moneternya lebih awal dari Eropa dan Jepang, yang mana di kedua wilayah tersebut prospeknya tampak masih jauh.

Pernyataan Wakil Ketua Fed Richard Clarida awal pekan ini tentang kondisi menaikkan suku bunga dapat terjadi pada akhir 2022 telah memicu kekhawatiran pengurangan stimulus dapat dimulai pada awal tahun ini.

“Pandangannya digaungkan oleh Gubernur Fed Christopher Waller ketika pemulihan ekonomi dari Covid-19 berlanjut dan pasar tenaga kerja membaik,” tulis Ibrahim dalam riset harian, Jumat (6/8/2021).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper