Bisnis.com, JAKARTA - Lelang surat berharga negara (SBN) dan surat berharga syariah negara (SBSN) mulai semarak lagi, sehingga Bank Indonesia bisa menurunkan partisipasinya untuk menjaga amunisi saat kondisi darurat.
Lelang SBSN atau sukuk negara, Selasa (29/6/2021), menghasilkan penawaran masuk senilai Rp46,68 triliun.
Berdasarkan siaran pers Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), pemerintah telah melakukan lelang sukuk negara ke-12 di tahun 2021 pada hari ini.
Hasilnya, total penawaran yang masuk senilai Rp48,68 triliun untuk enam seri SBSN yang terdiri atas 1 surat perbendaharaan negara syariah (SPN-S) dan lima project based sukuk (PBS). Jumlah tersebut kembali mencatatkan rekor penawaran tertinggi untuk lelang sukuk negara sepanjang tahun 2021.
Adapun,pada lelang sukuk 15 Juni lalu, pemerintah mencatatkan penawaran sebesar Rp46,67 triliun.
Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handy Yunianto menjelaskan dengan incoming bids yang meningkat maka partisipasi Bank Indonesia di lelang surat utang negara (SUN) bisa berkurang.
Baca Juga
“Ini perkembangan yang positif. Artinya BI masih banyak amunisi untuk melakukan pembelian SBN jika terjadi gejolak lagi di pasar,” kata Handy, Selasa (29/6/2021).
Berdasarkan perhitungan Mandiri Sekuritas, Bank Indonesia sudah membeli SBN senilai total Rp120,1 triliun sejak awal tahun atau 23,7 persen dari total penerbitan obligasi lewat lelang.
Dengan asumsi BI masih bisa beli 25 persen-30 persen dari target penerbitan SBN, Handy memperkirakan BI masih bisa membeli SBN lebih dari Rp200 triliun dari lelang pada semester II/2021.
Adapun, Handy memandang prospek pasar obligasi Tanah Air bakal positif tahun ini. Hal itu didukung oleh likuiditas yang masih tinggi dan tren suku bunga rendah yang diperkirakan terus berlanjut.
Selain itu, valuasi obligasi Indonesia masih menarik baik dibandingkan dengan negara berkembang lainnya maupun secara historis. Belum lagi, risiko penawran obligasi ke depannya akn berkurang karena pemerintah akan kembali melakukan prudent fiscal ke maksimal -3 persen dari PDB pada 2023.
Handy pun memperkirakan imbal hasil atau yield SUN bertenor 10 tahun pada level 6 persen pada 2021. Namun, perkiraan ini bisa berubah naik apabila penanganan Covid-19 memburuk atau kenaikan suku bunga di AS lebih cepat dari perkiraan.