Bisnis.com, JAKARTA — Indeks harga saham gabungan (IHSG) kembali ditutup di zona merah pada perdagangan Senin (21/6/2021), melanjutkan koreksi selama empat hari beruntun.
Per penutupan hari ini, indeks komposit parkir di level 5996,25 setelah melemah 0,18 persen. Setelah dibuka melemah pada level 5959,96, IHSG sempat berbalik menguat hingga menyentuh level 6021,49 tetapi kembali tertekan ke zona merah jelang akhir perdagangan.
Dari seluruh saham yang diperdagangkan hanya 177 saham menguat, sedangkan 345 memerah dan 117 sisanya menguning alias tak beranjak dari level penutupan sebelumnya.
Di akhir perdagangan hari ini, kapitalisasi pasar IHSG berada di level Tp7119,24 triliun. Total transaksi tercatat Rp13,48 triliun dengan aksi beli bersih asing mencapai Rp2,1 triliun di seluruh pasar.
Sebanyak 8 dari 11 indeks sektoral ditutup melemah, didorong oleh sektor industri yang terkoreksi 1,61 persen dan properti yang melemah 1,55 persen.
Di sisi lain, sektro transportasi, kesehatan, dan konsumer nonsiklikal ditutup menguat masing-masing 1,15 persen, 8,9 persen, dan 0,61 persen.
Baca Juga
Analis Indo Premier Sekuritas Mino mengatakan IHSG memang sempat menguat, salah satunya sebagai respons atas keputusan yang dipilih oleh pemerintah untuk memperketat PPKM Mikro karena sesuai dengan ekspektasi pasar.
“Ya memang yang realistis sekarang adalah pengetatan PPKM Mikro jadi boleh dibilang sesuai ekspektasi pasar,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (21/6/2021)
Dia mengatakan para pelaku pasar khawatir pemberlakuan aktivitas yang lebih ketat seperti lockdown akan memberikan dampak negatif terhadap perekonomian, tetapi dalam jangka panjang diharapkan hasil dari PPKM Mikro dapat memberikan dampak positif.
“Pasar penginnya kasus covid bisa dikendalikan, diturunkan. Dalam jangka panjang PPKM MIkro diharapkan bisa menekan kasus baru sehingga bisa positif juga ke ekonomi dan ke pasar,” kata Mino.
Akan tetapi, dia mengatakan perkembangan pandemi di dalam negeri bukan menjadi satu-satunya sentimen yang membayangi IHSG pekan ini karena sentimen dari global pun cenderung negatif, khususnya terkait kebijakan moneter di AS.
Seperti diketahui, belum lama ini bank sentral AS, The Federal Reserve, menyebut bahwa kenaikan suku bunga acuan akan terjadi lebih cepat dari 2023 dan rencana untuk pengurangan stimulus atau tapering off.
“Faktor ekternal terkait kebijakan moneter di AS dan jika dalam beberapa hari kedepan kasusnya lebih tinggi dari peaknya di bulan Januari bisa jadi akan menahan laju indeks,” kata Mino.