Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Begini Prospek Reksa Dana Pendapatan Tetap Hadapi Tapering The Fed

Pernyataan The Fed akan memicu volatilitas pada reksa dana pendapatan tetap dalam beberapa waktu ke depan.
Karyawan melintas di dekat layar elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (9/6/2020). Bisnis/Arief Hermawan P
Karyawan melintas di dekat layar elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (9/6/2020). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA – Reksa dana pendapatan tetap membukukan kinerja positif selama sepekan belakangan. Meski demikian, prospek tapering dari bank sentral AS, The Fed, membayangi kinerja instrumen ini.

Berdasarkan data Infovesta Utama, reksa dana pendapatan tetap mencatatkan kinerja positif sepanjang 4 Juni - 11 Juni, yakni 0,52 persen. hal ini terjadi menyusul stabilnya kondisi obligasi pemerintah dan obligasi korporasi.

Meski demikian, reksa dana pendapatan tetap masih menunjukkan performa negatif sepanjang tahun 2021. Secara year to date (ytd) reksa dana pendapatan tetap membukukan kinerja -0,41 persen.

Direktur Avrist Asset Management Farash Farich memaparkan, kinerja positif reksa dana pendapatan tetap selama sepekan belakangan disebabkan oleh penurunan imbal hasil (yield) obligasi AS atau US Treasury.

Ia memaparkan, pelemahan yield US Treasury ditopang oleh data ketenagakerjaan AS yang masih lemah. Selain itu, pelaku pasar juga masih memandang kenaikan inflasi cenderung transisional atau sementara.

“Sehingga banyak juga inflow asing ke indonesia, karena real yield masih tinggi,” katanya saat dihubungi Bisnis, Kamis (17/6/2021).

Meski demikian, Farash menuturkan, kinerja pasar reksa dana pendapatan tetap dibayangi sentimen tapering yang akan dilakukan bank sentral AS, The Fed.

Gubernur The Fed Jerome Powell dalam konferensi pers setelah pertemuan bulanan pada Rabu (16/6/2021) waktu AS mengatakan pihaknya akan memulai pembicaraan terkait pengurangan pembelian obligasi yang digunakan untuk menopang pasar finansial dan ekonomi selama pandemi Covid-19.

The Fed juga merilis laporan proyeksi yang mengantisipasi kenaikan suku bunga acuan sebanyak dua kali hingga akhir 2023 mendatang, atau lebih cepat dari perkiraan sebelumnya. Bank Sentral AS tersebut juga merilis estimasi inflasi untuk tiga tahun ke depan.

Farash memaparkan, pernyataan The Fed akan memicu volatilitas pada reksa dana pendapatan tetap dalam beberapa waktu ke depan. Meski demikian, ia menilai fluktuasi ini hanya bersifat sementara.

Ia mengatakan, melihat dari rekam jejak langkah tapering yang dilakukan The Fed sebelumnya, bank sentral AS sangat berhati-hati dalam memberikan indikasi sebelum melaksanakan langkah-langkah terkait.

Pada 2013 lalu, The Fed mulai memberi sinyal-sinyal tapering dan mulai diterapkan pada 2014. Kemudian pada 2016 suku bunga acuan mulai naik hingga pada akhirnya diturunkan menyusul pandemi yang terjadi pada 2020 lalu.

“Prosesnya sangat pelan, sehingga cenderung tidak menimbulkan volatilitas yang signifikan. Volatilitas hanya terjadi waktu munculnya indikasi pada 2013, tren yang sama sepertinya akan terulang,” paparnya.

Lebih lanjut, Farash menuturkan, saat ini pasar keuangan akan mulai merasakan volatilitas seiring dengan indikasi langkah hawkish The Fed. Kendati demikian, ia meyakini, volatilitas pada pasar reksa dana pendapatan tetap di Indonesia tidak akan sebesar tahun 2013 lalu.

Menurutnya, hal tersebut akan didukung oleh real yield pasar obligasi Indonesia yang lebih besar dibandingkan dengan kondisi pada 2013 lalu. Selain itu, likuiditas pasar keuangan yang mendukung obligasi juga lebih besar di tahun ini.

Selain itu, Bank Indonesia (BI) juga masih memiliki ruang untuk mendukung kebijakan moneter yang lebih longgar. Hal ini karena tidak ada tekanan inflasi seperti 2013 yang berbarengan kenaikan inflasi seiring dengan harga BBM yang menguat.

Dalam jangka menengah dan panjang, Farash masih meyakini kinerja reksa dana pendapatan tetap akan positif. Prospek positif tersebut akan disumbang oleh kupon obligasi yang masih sangat atraktif di Indonesia.

“Inflasi yang masih sangat rendah tahun ini membuat reksa dana pendapatan tetap menarik sekali untuk investor, terlebih bila dibandingkan instrumen fixed rate lain seperti pasar uang yang imbal hasilnya lebih rendah,” jelasnya.

Adapun, guna mengantisipasi sentimen tapering tersebut, Avrist Asset Management akan tetap mempertimbangkan aset obligasi yang memiliki fundamental kuat. 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper