Bisnis.com, JAKARTA – Tren inflow dana investor asing pada instrumen Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia diyakini akan tetap berlanjut sepanjang tahun ini di tengah potensi terjadinya taper tantrum.
Aliran dana investor asing pada instrumen Surat Berharga Negara (SBN) kembali berlanjut pada Juni 2021. Data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjukkan sejak awal bulan hingga 11 Juni terjadinya net buy asing hingga Rp24 triliun secara month to date (mtd).
Sementara itu, data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, pada periode waktu yang sama, investor asing mencatatkan net buy di pasar SBN sebesar Rp25,8 triliun secara month to date.
Ramdhan mengatakan, kenaikan minat investor asing terhadap pasar surat utang pemerintah Indonesia ditopang oleh tingkat likuiditas yang baik ditengah kondisi pandemi Covid-19.
“Investor domestik ini terutama dari perbankan karena fungsi penyaluran kreditnya belum optimal,” katanya saat dihubungi Bisnis pada Selasa (15/6/2021).
Ramdhan memaparkan, minat investor yang cenderung meningkat terlihat dari larisnya sukuk global dan samurai bonds yang diterbitkan oleh pemerintah Indonesia belum lama ini. Investor asing saat ini menilai pasar SUN Indonesia masih sangat prospektif dibandingkan dengan emerging market lainnya.
Baca Juga
Selain itu, ia menilai investor asing juga meyakini pasar SBN Indonesia sebagai instrumen yang aman dan cukup stabil. Hal tersebut nantinya akan mendukung potensi kelanjutan aliran dana asing ke instrumen ini.
“Investor asing merespons positif komitmen pemerintah Indonesia dalam menjaga kondisi pasar SBN seperti program pembelian obligasi oleh Bank Indonesia, suku bunga yang rendah dan lainnya,” imbuhnya.
Ke depannya, Ramdhan meyakini tren masuknya dana asing ke pasar SBN Indonesia masih akan terjadi walaupun dibayangi potensi taper tantrum. Salah satu sentimen positif yang mendukung hal ini adalah kondisi fundamental ekonomi Indonesia.
Ia memaparkan, indikator-indikator perekonomian Indonesia saat ini masih menunjukkan pergerakan yang positif, seperti inflasi yang terjaga, neraca dagang yang posiitf serta cadangan devisa yang optimal.
Hal tersebut juga akan ditopang oleh pergerakan nilai tukar rupiah yang menunjukkan tren positif. Menurutnya, apabila Bank Indonesia berhasil mengantisipasi langkah tapering yang dilakukan oleh The Fed, maka nilai tukar rupiah nantinya dapat berada pada level yang stabil atau bahkan kembali menguat.
“Dengan stabilnya nilai tukar rupiah, keyakinan investor terhadap pasar SBN Indonesia juga akan semakin meningkat. Sehingga, kepemilikan asing di pasar SBN juga dapat kembali ke level sebelum terjadinya pandemi virus corona,” jelasnya.
Lebih lanjut, Ramdhan meyakini pemerintah dan otoritas terkait telah menyiapkan langkah-langkah antisipatif bila kebijakan tapering tersebut dilakukan dalam masa mendatang. Salah satu hal yang menurut Ramdhan perlu terus didukung adalah peran investor domestik.
Ramdhan menjelaskan, peran investor domestik pada lelang SUN saat ini cukup penting mengingat porsi kepemilikan asing yang belum sepenuhnya kembali.
Sebelumnya, Budi Hikmat, Direktur Investasi dan Kepala Makroekonomi PT Bahana TCW Investment Management mengatakan, kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang kuat menjadi salah satu sentimen positif yang akan meningkatkan daya tarik pasar SBN di mata investor.
Kondisi fundamental perekonomian Indonesia didorong oleh tingkat suku bunga yang rendah. Merujuk pada hasil riset Bahana TCW, The Fed masih akan tetap menjaga suku bunganya di level 0 persen sampai 0,25 persen.
Selain itu, hasil riset Bahana TCW menggambarkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat juga diprediksi akan stabil bahkan menguat ke depan. Proyeksi ini tercermin dari defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) yang menipis, inflasi yang terkendali, serta cadangan devisa yang mumpuni.
Selain itu, pemerintah juga masih mampu mengendalikan tingkat inflasi sesuai ekspektasi pasar.
Bahana TCW memperkirakan tingkat inflasi akan berada di kisaran 2 persen hingga 2,5 persen hingga akhir tahun. Angka tersebut dinilai sangat aman karena berada di batas bawah target inflasi BI dan jauh di bawah bond yield yang berada di level 6,4 persen.