Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Indonesia diminta dapat mengendalikan kondisi fundamental perekonomian dan nilai tukar di level yang wajar seiring dengan penerbitan sukuk global yang dilakukan.
Head of Economics Research Pefindo Fikri C. Permana mengatakan, penerbitan sukuk global yang dilakukan pemerintah Indonesia didasarkan oleh kebutuhan. Sukuk global merupakan salah satu upaya pemerintah dalam menghimpun dana untuk pemulihan ekonomi Indonesia dari pandemi virus corona.
“Kebutuhan penerbitan tahun ini memang cukup tinggi dan Kementerian Keuangan mau tidak mau memang harus melakukan diversifikasi. Setelah Samurai Bonds Mei kemarin, pemerintah memilih Sukuk Global untuk bulan ini,” jelasnya saat dihubungi pada Kamis (3/6/2021).
Kendati mengapresiasi tingginya angka penawaran yang berhasil dihimpun, Fikri juga mengingatkan potensi risiko yang akan dihadapi pemerintah. Ia menjelaskan, penerbitan Sukuk Global secara langsung akan menyasar investor-investor dari luar negeri.
Investor-investor tersebut nantinya akan mendapatkan pembayaran pokok dan bunga dengan denominasi dolar AS. Menurut Fikri, hal ini akan meningkatkan ketergantungan pemerintah terhadap mata uang dolar AS saat melakukan pembayaran utang.
Fikri melanjutkan, paparan terhadap dolar AS ini membuat pemerintah harus menjaga ekspektasi investor global terhadap perekonomian Indonesia. Hal tersebut agar nilai mata uang rupiah terhadap dolar AS dapat terjaga dan tidak membebani pemerintah.
Baca Juga
Lebih lanjut, Fikri juga menyarankan pemerintah untuk tidak terlalu bergantung pada penerbitan obligasi atau sukuk global. Menurutnya, apabila pemerintah terlalu banyak menerbitkan sukuk atau obligasi global, kebutuhan pemerintah terhadap dolar AS akan naik dan mendorong depresiasi rupiah.
“Kalaupun imbal hasil (yield) rendah, kita akan membayar kupon dan pokok melalui rupiah dari APBN yang dikonversi ke dolar AS. Apabila nilai tukar rupiahnya jelek, dampaknya akan sama saja dan malah memberatkan APBN,” katanya.
Oleh karena itu, Fikri menekankan pentingnya strategi diversifikasi dalam pembiayaan utang pada tahun Ini. Selain dapat menjaga fundamental ekonomi, pemerintah juga dapat mengendalikan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) agar tidak melewati batas wajar.
“Antara obligasi global, sukuk global, Surat Berharga Negara (SBN) Ritel, dan lelang domestik sebaiknya porsinya diatur sedemikian rupa,” tambahnya.
Fikri menambahkan, prospek obligasi atau sukuk global Indonesia ke depannya masih akan positif dalam beberapa waktu kedepan. Hal tersebut seiring dengan tren suku bunga rendah yang berlaku di seluruh dunia serta tingkat likuiditas yang masih cukup tinggi.
“Secara umum, kondisi ekonomi fundamental dan sektoral di Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup baik serta lebih terdiversifikasi dibandingkan negara-negara sejenis,” pungkasnya.