Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian BUMN mengungkapkan alasan pencairan obligasi wajib konversi (OWK) untuk Garuda Indonesia yang hanya cair Rp1 triliun. Alasannya, KPI yang tak tercapai membuat sisa OWK Rp7,5 triliun tak mungkin dicairkan.
Wakil Menteri BUMN II Kartiko Wirjoatmodjo menjelaskan mengenai komitmen OWK dari pemerintah bagi PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) yang sebesar Rp8,5 triliun tetapi hanya cair Rp1 triliun.
"OWK itu setelah kita cairkan Rp1 triliun, ada key performance indicator [KPI]-nya, yang waktu tahun lalu Oktober-Desember Garuda mulai tumbuh, tetapi waktu Januari-Maret 2021, ada PPKM dan larangan mudik yang kemudian drop dan KPI tidak tercapai," jelasnya dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR, Kamis (3/6/2021).
Oleh karena itu, OWK berikutnya tidak bisa ditarik karena tidak memenuhi persyaratan pencairan daripada OWK tersebut.
Dengan demikian, Kementerian BUMN pun akan mengembalikan kebijakan kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu), karena persyaratannya tidak dimungkinkan untuk dicairkan lagi.
Di sisi lain, di tengah tekanan utang yang cukup tinggi, pemerintah tidak dapat memberikan explicit guarantee kepada para pemberi utang Garuda Indonesia.
Baca Juga
"Kebijakan Kemenkeu sampai saat ini kita tidak memberikan itu kecuali untuk proyek strategis nasional, dan di BUMN utang yang dijamin pemerintah hanya dua, di PLN dan untuk HK pembangunan tol Trans Sumatera," katanya.
Pemerintah terangnya sangat jarang memberikan explicit guarantee kecuali untuk proyek yang bermanfaat untuk orang banyak. Sayangnya, Garuda Indonesia saat ini tidak dimasukkan ke dalam proyek strategis yang full explicit guarantee pemerintah, dan kebijakan ada di Kemenkeu.
Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade menegaskan Kementerian BUMN harus bicara langsung dengan Presiden RI untuk campur tangan dalam hal penyelamatan maskapai bersandi bursa GIAA ini.
"Uang hanya Rp1 triliun yang cair, Rp7,5 triliun tak cair karena KPI tak tercapai, Oktober-Desember kinerja naik, tiba-tiba berantakan ada PPKM. Percuma rapat, dengan gampang Menteri Keuangan menghentikan bantuan keuangan itu," katanya.
Anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto menerangkan pemerintah perlu memberikan jaminan bagi para lessor Garuda Indonesia, karena itu yang terpenting saat ini.
"Kita harapkan APBN, PMN sangat tak mungkin, moratorium jalan terbaik, kreditur dan lessor diselesaikan bersamaan, baru bisa hidup Garuda, jaminan pemerintah paling penting, pasar ada trust," tegasnya.