Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bakal Lockdown Lagi, Bursa Malaysia Rontok

Indeks FTSE Bursa Malaysia KLCI mengalami koreksi 1,6 persen di awal perdagangan pekan ini. Adapun koreksi tersebut merupakan yang terdalam sejak 31 Maret lalu.
Bursa saham Malaysia/ Bloomberg
Bursa saham Malaysia/ Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA — Bursa Malaysia terpantau anjlok setelah pemerintah Negeri Jiran tersebut memutuskan untuk menerapkan lockdown selama dua pekan demi menekan penyebaran virus Covid-19.

Seperti dilansir dari Bloomberg, Indeks FTSE Bursa Malaysia KLCI mengalami koreksi 1,6 persen di awal perdagangan pekan ini. Adapun koreksi tersebut merupakan yang terdalam sejak 31 Maret lalu.

Ringgit Malaysia juga mengalami depresiasi 0,4 persen ke level RM4,1480 per dolar sekaligus menjadi mata uang dengan penurunan terbesar di Asia pada awal pekan ini. Pun, imbal hasil obligasi pemerintah Malaysia tenor 10 tahun naik 2 bps ke posisi 3,24 persen.

Pelemahan di pasar keuangan Malaysia merupakan buntut dari keputusan pemerintah Malaysia pada Jumat (28/5/2021) yang menyatakan bahwa sebagian besar bisnis akan ditutup mulai 1 Juni kecuali untuk sektor ekonomi dan jasa yang penting.

Analis RHB Investment Bank Bhd. Alexander Chia mengatakan pada akhirnya Pemerintah Malaysia tak memiliki banyak pilihan untuk mengendalikan pandemi meski keputusan lockdown akan menganggu kinerja pertumbuhan pendapatan emiten untuk tahun 2021 ini.

"Jelas, ada risiko penurunan untuk pertumbuhan pendapatan FY21, bahkan ini juga dapat memperlambat pertumbuhan untuk FY22 mendatang," katanya seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (31/5/2021)

Head of Asia Research Australia & New Zealand Banking Group Ltd. Khoon Goh menuturkan, lockdown Malaysia akan menyeret progress pemulihan ekonomi di negara tersebut termasuk menekan produk domestik bruto (PDB) kuartal II/2021.

Adapun pada kuartal I/2021 lalu, PDB Malaysia menyusut 0,5 persen secara year on year (yoy). Meskipun demikian Bank Sentral Malaysia memperkirakan PDB mereka secara full year masih bisa tumbuh sekitar 6 persen—7 persen tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper