Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) berpotensi melemah hingga ke level 3.000 per ton seiring dengan kenaikan produksi yang tidak dibarengi dengan pemulihan permintaan.
Berdasarkan data dari Bursa Malaysia pada Selasa (27/9/2022) siang, harga CPO kontrak pengiriman Desember telah turun ke level 3.437 ringgit per ton atau US$746 per ton.
Komisaris Utama PT HFX Internasional Berjangka Sutopo Widodo mengatakan, koreksi harga CPO hingga ke bawah level 3.500 ringgit per ton disebabkan oleh pasar yang terbebani oleh sentimen peningkatan produksi.
"Sementara itu, permintaan di pasar nabati juga tengah menurun karena perlambatan ekonomi global," jelasnya saat dihubungi Bisnis, Selasa (27/9/2022).
Sutopo memprediksi, koreksi harga CPO masih akan terjadi pada sisa tahun ini. Prospek harga CPO dibebani oleh musim panen yang akan berimbas pada kenaikan produksi. Di sisi lain, tingkat permintaan belum terlihat akan pulih akibat potensi resesi global.
Seiring dengan hal tersebut, Sutopo memprediksi harga CPO dapat terkoreksi hingga ke level 3.000 ringgit per ton.
Baca Juga
"Kami proyeksi range harga CPO hingga akhir 2022 pada 3.000 hingga 4.000 ringgit per ton," jelasnya.
Penurunan harga ditopang oleh ekspektasi kenaikan pasokan CPO dari Indonesia dan Malaysia yang merupakan 2 negara produsen sawit terbesar di dunia.
Di sisi lain, Direktur Pelindung Bestari Sdn, Paramalingam Supramaniam menyebutkan, tren penurunan harga CPO dapat membantu memperlambat laju inflasi bahan pangan global.
Adapun, CPO merupakan komoditas yang dipakai pada beragam produk, mulai dari kue, margarin, hingga sampo.
Supramaniam memprediksi harga CPO masih akan terkoreksi seiring dengan sentimen makroekonomi yang bearish.
"Sentimen seperti penurunan harga minyak global dan kekhawatiran resesi global akan menekan harga CPO," katanya dikutip dari Bloomberg.
Sementara itu, keterbatasan pekerja lahan sawit masih terus terjadi di Malaysia. Hal ini berpotensi menghambat laju produksi sawit di negara tersebut.
Adapun, harga yang mulai menurun membuat CPO menjadi minyak nabati konsumsi termurah di pasar saat ini. Hal tersebut membuat minyak sawit menjadi lebih atraktif untuk konsumen yang sensitif terhadap perubahan harga, seperti India yang merupakan importir CPO terbesar di dunia.
"Faktor-faktor seperti pelemahan ringgit, penurunan produksi akibat keterbatasan pekerja akan menjadi katalis positif untuk harga CPO dalam jangka panjang," kata Supramaniam.