Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak dunia menurun seiring dengan lonjakan kasus Covid-19 di sejumlah negara yang mengurangi prospek permintaan.
Selanjutnya, pelaku pasar berfokus ke pertemuan Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (The Organization of the Petroleum Exporting Countries) dan sekutunya atau OPEC+ pada Rabu (28/4/2021) pekan ini.
Pada penutupan perdagangan Senin (26/4/2021), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) turun 0,37 persen ke US$61,91 per barel. Sementara itu, minyak jenis Brent kontrak Juni 2021 terpantau turun 0,45 persen atau 0,48 persen ke posisi US$65,79 per barel.
Pemulihan ekonomi dan permintaan minyak mulai terlihat pada negara-negara seperti AS dan China selama beberapa waktu belakangan. Tren ini turut diikuti oleh beberapa indikator positif dari negara-negara di wilayah Eropa.
Meski demikian, prospek harga minyak dibayangi oleh lonjakan kasus positif virus corona yang terjadi di India dan Jepang. Hal ini berpotensi memunculkan masalah baru bagi OPEC+ yang telah mengesahkan rencana penambahan produksi minyak harian mulai Mei mendatang.
Chief Analyst Fujitomi Co., Kazuhiko Saito menyebutkan, sentimen pasar minyak terpengaruh oleh lonjakan kasus positif virus corona yang dapat memangkas permintaan minyak global.
Baca Juga
“Investor, termasuk spekulan akhir-akhir ini telah memindahkan dananya dari minyak ke komoditas biji-bijian (grain). Hal ini disebabkan oleh volatilitas yang lebih tinggi pada harga komoditas jenis ini ketimbang minyak,” jelas Saito.
Sementara itu, Senior Market Analyst Oanda Corp., Edward Moya menyebutkan, sebelumnya pasar menunjukkan optimisme yang tinggi terkait outlook permintaan minyak yang kuat di wilayah Asia. Meski demikian, kepercayaan diri pasar mulai tergerus seiring dengan kekhawatiran terkait negara-negara seperti India dan Jepang.
“Kekhawatiran tersebut menandakan bahwa pemulihan ekonomi global tidak akan berjalan secara merata. Hal ini akan memperburuk kondisi perjalanan lintas negara,” jelasnya.
Hal senada diungkapkan oleh Andrew Lebow, Senior Partner Commodity Research Group. Menurutnya, dalam jangka pendek pasar akan menghadapi pemulihan permintaan yang tidak seimbang di dunia.
Menurutnya, ketimpangan pemulihan permintaan disebabkan oleh lonjakan kasus positif virus corona yang terjadi di India dan Jepang. Ia menuturkan, India dan Jepang merupakan dua dari lima negara utama dengan konsumsi minyak terbesar di dunia.
“Dengan gangguan yang terjadi pada India dan Jepang, pasar kini tengah mengukur pergerakan permintaan minyak global,” jelas Lebow.
Adapun, pergerakan minyak saat ini mulai melambat setelah mengawali tahun 2021 dengan lonjakan yang cukup signifikan. Hal tersebut terjadi seiring dengan gelombang penyebaran virus corona terbaru yang melanda beberapa wilayah.