Bisnis.com, JAKARTA – Penggunaan energi dari aktivitas menambang Bitcoin (bitcoin mining) telah naik 66 kali lipat dibandingkan dengan konsumsi energi pada akhir 2015 lalu.
Laporan dari Citigroup Inc., menyebutkan, hingga pertengahan April 2021, tingkat permintaan energi pada jaringan penambangan Bitcoin telah menyentuh 143 terawatt-jam. Jumlah tersebut 4 persen lebih tinggi dari total listrik yang dihasilkan Argentina sepanjang tahun 2019.
Adapun, proses penambangan mata uang kripto seperti Bitcoin dilakukan melalui jaringan komputer yang luas dan membutuhkan pasokan listrik yang konstan dan besar.
Sejauh ini, belum ada regulasi terpisah yang mengatur emisi dari operasi blockchain seperti penambangan Bitcoin. Hal tersebut berpotensi menyulitkan pemerintah melakukan pengawasan dan membentuk regulasi terkait hal ini.
“Konsumsi listrik dari aktivitas ini akan semakin tinggi seiring dengan nilai Bitcoin yang terus menanjak,” demikian kutipan laporan tersebut dari Bloomberg, Rabu (14/4/2021).
Masalah emisi karbon dari mata uang kripto telah menjadi perhatian seiring dengan lonjakan aktivitas ini di China. Pemerhati lingkungan di negara tersebut mengkhawatirkan dampak negatif dari penambangan Bitcoin yang listriknya dihasilkan oleh pembangkit listrik tenaga batu bara.
Baca Juga
Laporan dari Citigroup juga menambahkan, peningkatan aktivitas tersebut kemungkinan akan menghasilkan pengetatan regulasi seiring dengan dampak negatif terhadap lingkungan.
“Penambangan dan penggunaan mata uang kripto ini tidak diragukan lagi menggunakan listrik dalam jumlah besar dan akan menghasilkan regulasi-regulasi baru yang lebih ketat. Hal ini terutama apabila AS melanjutkan ekspansinya pada bidang ini dan China mengeluarkan kebijakan yang seusai dengan target emisi karbonnya,” jelas laporan tersebut.