Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IHSG Ambrol 2 Persen Jelang Puasa, Saham BBCA dan ASII Paling Banyak Dilepas Asing

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), pada hari ini investor asing mencatatkan aksi jual bersih atau net sell senilai Rp270,82 miliar. Hal itu membuat aksi beli bersih atau net buy sepanjang 2021 berkurang menjadi Rp8,58 triliun.
Nasabah berbicara dengan karyawan melalui Video Banking di salah satu Kantor Cabang Bank BCA di Jakarta, Rabu (23/9/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Nasabah berbicara dengan karyawan melalui Video Banking di salah satu Kantor Cabang Bank BCA di Jakarta, Rabu (23/9/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah saham emiten big caps menjadi sasaran jual investor asing di tengah pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Senin (12/4/2021).

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), pada hari ini investor asing mencatatkan aksi jual bersih atau net sell senilai Rp270,82 miliar. Hal itu membuat aksi beli bersih atau net buy sepanjang 2021 berkurang menjadi Rp8,58 triliun.

Mengutip data konsultan keuangan D'Origin, sejumlah saham yang diborong asing ialah ANTM dengan net buy Rp36,16 miliar, BULL Rp20,63 miliar, ERAA Rp12,38 miliar, INDF Rp10,74 miliar, dan MDKA Rp10,61 miliar.

Di sisi lain, saham-saham yang terpapar aksi jual investor asing ialah BBCA dengan net sell Rp184,85 miliar, ASII Rp59,47 miliar, BBTN Rp54,22 miliar, FILM Rp31,11 miliar, dan SMGR Rp23,83 miliar. 

IHSG ditutup anjlok 2 persen atau 121,64 poin menuju 5.948,57. Sepanjang hari, indeks bergerak di rentang 6.088,83-5.942,71.

Total transaksi mencapai Rp9,54 triliun. Kapitalisasi pasar tergerus menjadi Rp7.038 triliun.

"Ada beberapa sentimen yang mempengaruhi pergerakan IHSG baik dari domestik maupun eksternal," papar Equity Research Analyst PT Erdikha Elit Sekuritas Regina Fawziah dalam publikasi riset, Senin (12/4/2021).

Dari dalam negeri, akhir pekan lalu telah rilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan juga Cadangan Devisa (Cadev) selama bulan Maret, dimana untuk IKK mengalami kenaikan dari sebelumnya 85,8 menjadi 93,4.

Namun demikian, angka tersebut masih di bawah 100 atau yang berarti masyarakat masih belum sepenuhnya optimistis dengan pertumbuhan ekonomi yang ada selama enam bulan ke depan.

Adapun, Cadangan Devisa Indonesia mengalami penurunan dari sebelumnya US$138,8 miliar, kini menjadi US$137,1 miliar. Penurunan tersebut terjadi karena adanya pembayaran utang pemerintah yang jatuh tempo.

Rilis data mengenai penjualan ritel Indonesia pagi tadi jam 10.00WIB mengalami pelemahan dibandingkan sebelumnya -16,4 persen pada bulan Januari menjadi -18,1 persen pada Februari 2021.

Pelemahan ini terjadi sudah 15 bulan berturut-turt sejak awal tahun 2020. Penyebab turunnya angka penjualan ritel ini juga tak lepas dari adanya dampak penyebaran virus Covid-19 yang melanda Indonesia dan hampir seluruh negara di dunia, yang membuat masyarakat cenderung menahan belanja, sehingga penjualan ritel mengalami penurunan.

Dari ekternal, China akan merilis data mengenai neraca perdagangan pekan ini, kemudian dari Amerika Serikat akan rilis data inflasi Maret 2021. Angka inflasi di AS diperkirakaan akan mengalami kenaikan dari sebelumnya.

Apabila angka inflasi naik, hal tersebut akan mendorong Yield obligasi US tenor 10 tahun. Korelasi pergerakan antara yield obligasi dengan inflasi yaitu positif atau bergerak searah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper