Bisnis.com, JAKARTA – Penerbitan surat utang menjadi salah satu pilihan emiten kontraktor PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. menghadapi likuiditas ketat akibat pandemi Covid-19.
Adapun, pandemi telah menyebabkan pembatasan aktivitas masyarakat dan dampaknya di sektor konstruksi dan infrastruktur terbilang keras.
Berdasarkan laporan keuangan per Desember 2020, emiten dengan kode saham WIKA membukukan kas bersih diperoleh dari aktivitas operasi senilai Rp141,27 miliar atau turun 46,83 persen dari tahun sebelumnya Rp265,74 miliar.
Sementara kas bersih digunakan untuk aktivitas investasi tercatat minus Rp5,05 triliun atau lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya minus Rp4,04 triliun.
Namun, kas bersih diperoleh dari aktivitas pendanaan yang termasuk penerbitan surat utang melambung hingga Rp9,47 triliun pada 2020 dari tahun sebelumnya Rp167,44 miliar.
Adapun, tercatat penerbitan obligasi WIKA senilai Rp1,5 triliun dan sukuk mudharabah Rp500 miliar pada 2020.
Baca Juga
Pada awal tahun ini pun, WIKA lagi-lagi menerbitkan surat utang senilai total Rp3 triliun yang terdiri dari obligasi Rp2,5 triliun dan sukuk mudharabah Rp500 miliar.
Sekretaris Perusahaan Wijaya Karya Mahendra Vijaya mengatakan penerbitan surat utang dalam Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB) memang menjadi pilihan perseroan untuk menjaga arus likuiditas.
"Iya [jadi pilihan]. Penerbitan PUB tersebut memang kami lakukan untuk refinancing obligasi global Komodo Bond dan sebagian untuk modal kerja," kata Mahendra kepada Bisnis, Senin (12/4/2021).
Sebelumnya, Mahendra menyebut saat ini neraca keuangan perseroan cukup kuat sehingga perseroan memiliki kemampuan yang memadai untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendek.
Adapun, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. membukukan laba tertinggi di antara tiga BUMN Karya lainnya yang sudah merilis laporan keuangan senilai Rp185,76 miliar atau anjlok 91,87 persen yoy.
Namun, penurunan pendapatan menggerus laba neto yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk menjadi Rp185,76 miliar atau turun 91,87 persen dari sebelumnya Rp2,28 triliun.
Sementara itu, liabilitas jangka pendek perseroan tercatat Rp44,16 triliun atau naik 45,53 persen dari sebelumnya Rp30,34 triliun.