Bisnis.com, JAKARTA — Kinerja reksa dana syariah sepanjang kuartal pertama tahun ini terbilang bervariatif dibandingkan dengan reksa dana konvensional, lantaran dipengaruhi oleh kinerja tiap-tiap kelas aset.
Berdasarkan data Infovesta Utama per 31 Maret 2021, reksa dana saham syariah memiliki kinerja paling rendah yakni -6,06 persen, seiring dengan kinerja indeks syariah Jakarta Islamic Index yang tercatat -3,92 persen sepanjang Q1/2021.
Sementara itu, reksa dana saham konvensional mencetak kinerja yang lebih baik meski sama-sama negatif, yakni -3,75 persen. Capaian itu ditopang kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang masih mampu menguat 0,54 persen dalam periode yang sama.
Kemudian, reksa dana pendapatan tetap syariah memiliki kinerja -1,23 persen per akhir kuartal I/2021, dengan kinerja Infovesta Sharia Bond Index yang positif 1,63 persen.
Kinerja reksa dana berbasis sukuk tersebut lebih baik dibandingkan reksa dana pendapatan tetap konvensional yang terkoreksi lebih dalam yakni -1,91 persen.
Reksa dana campuran syariah juga mencatatkan kinerja lebih baik pada kuartal I/2021 yakni -0,18 persen dibandingkan reksa dana campuran konvensional yang -1,25 persen.
Baca Juga
Sebaliknya, reksa dana pasar uang syariah menjadi satu-satunya yang positif dengan kinerja 0,87 persen, sedikit di bawah reksa dana pasar uang konvensional yang mencetak imbal hasil 0,95 persen.
Head of Market Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan perbedaan yang paling signifikan terlihat pada kinerja reksa dana berbasis saham, lantaran reksa dana syariah jauh tertinggal dibandingkan reksa dana konvensional.
Menurutnya, hal tersebut terjadi lantaran sektor-sektor saham penggerak masing-masing indeks acuan berbeda. Untuk IHSG yang menjadi acuan reksa dana konvensional pergerakannya lebih didorong oleh saham-saham big caps. Sementara itu pada indeks syariah saham-saham tersebut banyak absen.
“Jadi porsinya memang terbatas, karena misalnya tidak ada saham-saham perbankan besar kan, ada cuma 1-2. Indeks syariah lebih didorong komoditas, infrastruktur,” tutur Wawan kepada Bisnis, akhir pekan lalu.
Wawan menilai, selama beberapa tahun terakhir secara umum indeks saham syariah memiliki kinerja di bawah IHSG. Meskipun demikian, dia memproyeksi indeks saham syariah masih berpotensi mengejar kinerja saham konvensional.
“Mungkin kalau tahun depan sektor komoditas dan infrastruktur bagus, bisa membangkitkan kinerja syariah,” katanya lagi.
Di lain pihak, untuk reksa dana dengan kelas aset surat utang, Wawan menilai kinerja surat utang syariah atau sukuk lebih moncer dibandingkan dengan kinerja obligasi konvensional. Hal itu disebabkan oleh sukuk yang biasanya menawarkan kupon lebih tinggi.
Selain itu, perdagangan sukuk yang kurang likuid juga dianggap jadi nilai tambah di tengah volatilitas pasar sehingga harganya lebih stabil. Alhasil, kinerja reksa dana pendapatan tetap syariah juga lebih unggul dibandingkan dengan konvensional.
“Sukuk juga yang menahan kinerja reksa dana campuran ya. Lalu, kalau pasar uang baik syariah dan konvensional tidak terlalu berbeda, secara average targetnya sama sekitar 3,5—4 persen,” ungkap Wawan.
Adapun, bagi mereka yang memang memiliki preferensi untuk produk-produk syariah, Wawan menyarankan agar mengatur alokasi asetnya secara proporsional dengan rasio 50:30:20. Dalam hal ini, aset berbasis pendapatan tetap memiliki porsi paling besar, diikuti pasar uang, dan terakhir saham.
"Kalau untuk yang umum, dalam hal ini tidak harus seluruhnya syariah, produk-produk reksa dana syariah juga masih menarik untuk diversifikasi, untuk jadi penyeimbang," pungkasnya.